Mencermati langkah Marzuki Alie, Andi Alifian Mallarangeng, dan Anas Urbaningrum, untuk berkompetisi menduduki kursi Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010 - 2015, tentunya peserta kongres akan sedikit menemui hambatan dalam memilih.
Ketiganya merupakan kader terbaik partai yang patut menggantikan Hadi Utomo. Namun, pasca kongres, siapapun yang dipilih peserta nantinya, tiga sosok pentolan Demokrat ini berikut simpatisannya, tentu tak boleh tercerai berai.
Meski perhelatan politik partai pemenang Pemilu 2009, itu baru akan digelar 21-23 Mei 2010 di Bandung, dari tiga calon yang terungkap kepublik, hanya ada dua kandidat yang kuat: Anas Urbaningrum dan Andi Alifian Mallarangeng.Tapi, bisa jadi kuda hitam Marzuki Alie yang akan mulus menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.
Andi dan Anas, sebenarnya tak terlalu jauh berbeda. Pentas karir keorganisasian keduanya, juga sama. Keduanya sama-sama menjadi alumni Himpunan Mahasiswa Islam. Kiprah keduanya secara tajam di pentas politik nasional pun hampir selalu beriringan.
Andi dan Anas merupakan, dua tokoh muda, diantara Tim 7 yang dipimpin Ryaas Rasyid ketika menggagas konsep reformasi politik di Indonesia, yakni Tiga Paket Undang-Undang Politik (Pemilu, Parpol, dan Susduk MPR/DPR) dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah (kita kenal dengan Otonomi Daerah).
Setelah itu, perjalanan karir keduanya, sama-sama pernah berlabuh di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kebetulan, Andi lebih dulu menjadi anggota KPU, baru kemudian Anas menyusul.
Dipartai politik, Andi terjun terlebih dulu, ketimbang Anas. Andi termasuk salah satu pendiri Partai Demokrasi dan Kebangsaan bersama Ryaas Rasyid. Tak lama berselang, Anas Urbaningrum pun berlabuh di Partai Demokrat. Sementara Andi, baru menjelang Pilpres menjadi fungsionaris Partai Demokrat. Posisi keduanya, sama-sama menjadi Ketua.
Memang, perkenalan Andi dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bila dibandingkan dengan Anas, lebih dulu Andi mengenal secara dekat sosok SBY.
Jika Andi dan Anas ingin dibuatkan perbedaan yang tajam, tampaknya agak sulit. Namun dalam ranah politik, keduanya bisa dibedakan. Andi memiliki kecepatan mengambil sikap dan bertindak, ketimbang Anas. Bahkan Andi berani mendudukkan dirinya secara hitam-putih, dalam penyikapan politik. Andi hampir tak pernah bermain dalam wilayah abu-abu.
Hanya saja, Andi tidak pernah menjadi anggota DPR. Pada periode ini (2009-2014), Anas baru duduk sebagai anggota parlemen, sekaligus sebagai Ketua Fraksi Demokrat.
Persoalannya kemudian, bagi peserta kongres, bukan terletak pada suka atau tidak suka kepada Andi dan Anas. Dekat atau tidak dekat dengan keduanya. Tetapi tipologi kepemimpinan seperti apa dibutuhkan oleh Partai Demokrat kedepan?
Kita menyadari, situasi dan dinamika politik kedepan, tidak sebatas pada kajian-kajian atas konsep belaka. Atau lobi-lobi politik yang tak jelas hasilnya. Kecepatan dalam bertindak sangat dibutuhkan. Naluri politik sungguh diperlukan. Ketepatan dalam mensosialisasikan gagasan agar secara cepat sampai kepada rakyat, menjadi salah satu kunci keberhasilan Partai Demokrat dimasa mendatang.
Dalam bahasa politik, tentu peserta kongres tak menginginkan, begitu banyak “senjata” yang dimiliki untuk memenangkan sebuah “pertempuran”, tapi kalah dengan lawan yang memiliki sedikit “senjata”. Hanya karena tak cerdas melihat moment untuk meletuskan senjata. Ironis bukan ?
Kedepan, medan pertempuran kian beragam dan makin kompetitif. Fungsionaris Partai Demokrat tentunya tak menginginkan sebuah keironisan. Bila ini yang terjadi, maka vonis selamat tinggal akan dijatuhkan rakyat. Dan itu, setiap sangat akan selalu diciptakan oleh pesaing politik.
Menapaki pemikiran diatas, bila tak ada kandidat lain diluar ketiga kandidat yang ada, maka sejumlah syarat penting untuk memimpin Partai Demokrat kedepan, telah dimiliki Doctor of Philisophy ilmu politik dari Northern Illinois University (NIU) Dekalb, Illinois, Amerika Serikat itu: Andi Alifian Mallarangeng.
Sebelum era pemerintahan SBY, Andi sudah berkarir dibidang pemerintahan. Pada 1999-2000, Andi menjadi Deputi Menteri di Kementerian Otonomi Daerah.
Sebagai profesional, langkah Andi pernah menduduki jabatan sebagai Chair of Policy Committee pada Partnership for Govermance Reform in Indonesia (2000-2002).
Di lingkup sosial kemasyarakatan, Andi juga dikenal cukup memiliki jaringan luas. Pergaulannya hampir mencakup seluruh golongan, yang secara langsung atau tidak menunjukkan besarnya kepekaannya pada bidang sosial, dan kemasyarakatan. Itu juga menunjukkan kalau dia bisa masuk dalam lingkup, dan strata sosial yang ada.
Di bidang akademik, Doktor Ilmu Politik dari AS ini mengabdi sebagai pengajar di Fisipol Universitas Hasanuddin dan di Institut Ilmu Pemerintahan, Jakarta.
Pada era Pemerintahan SBY- JK, Andi menempati posisi yang cukup strategis, juru bicara Presiden. Dan kini, di pemerintahan SBY-Boediono, dipercaya menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga.
Dengan kedekatan seperti itu, Andi pasti sudah banyak belajar gaya politik SBY, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Secara minimalis, Andi tentu bisa memetakan alur, dan jalan pikiran SBY untuk membesarkan Partai Demokrat.
Memang, Partai Demokrat di masa mendatang memerlukan pemimpin yang dengan cepat bisa mencium konstalasi politik, dan mampu secara cepat pula bertindak, mengantisipasi situasi dan kondisi politik yang ada.
Ke depan, Partai Demokrat juga membutuhkan pemimpin dengan pola mobilitas yang tinggi serta memiliki fighting spirit yang tak kalah tingginya. Dengan begitu, sosok ketua umum seperti itu, tidak akan tertinggal dalam mengantisipasi perubahan politik kekinian, dan kecenderungan politik masa mendatang.
Tanpa bermaksud menisbikan kemampuan Anas Urbaningrum yang sangat berpotensi unuk menggantikan Hadi Utomo (Bila tak ada faktor lain) menjadi PD-1, Andi Mallarangeng memang memiliki banyak kelebihan disaat ini, untuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, menggantikan Hadi Utomo.
Jeli Melihat
Jika peserta kongres, mencermati secara intens dan jeli tentang dinamika pra kongres Partai Demokrat --- meski bergerak terus untuk menjadi partai modern, Demokrat belum bisa sepenuhnya lepas dari bayang-bayang sang pendiri, yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, SBY.
Tentu saja terlalu naif kalau berharap SBY mengumumkan secara resmi dukungannya kepada salah satu kandidat, yang cocok untuk menjadi Ketua Umum. Apalagi iklim demokrasi memang dikembangkan dalam tubuh Partai Demokrat. Jelas tak mungkin melihat SBY, ujug-ujug memberikan restunya kepada salah satu kandidat secara terbuka.
Bisa jadi SBY menjalin komunikasi politik dengan orang per orang, atau setiap calon, secara diam-diam, atau terang-terangan. Ini sekaligus bukti sahih kalau sang ketua dewan Pembina, berdiri di atas semua calon. Sikap seperti itu jelas menunjukkan kenetralan, dan sikap percaya pada mekanisme partai yang muncul dalam kompetisi saat kongres berlangsung.
Sebagai pemimpin, dengan intuisi politik, yang telah terasah dengan berbagai pengalaman, sudah pasti pensiunan jenderal berbintang empat itu memiliki kalkulasi tersendiri. Dengan latar belakang militer, birokrat, pendiri partai, ditambah posisi sebagai Presiden RI untuk periode kedua, SBY pastilah sudah menetapkan langkah ke depan untuk kejayaan Partai Demokrat, untuk kejayaan bangsa, dan negara.
Membaca Keinginan
Lalu, bagaimana peserta kongres membaca keinginan SBY dengan segala kalkulasi politik itu?
Dalam situasi, dan kondisi seperti ini, lihat saja pergerakan keluarga, dan sepak terjang orang-orang kepercayaannya.
Jadi, kalau anggota Fraksi Partai Demokrat DPR, Edhi Baskoro Yudhoyono, sampai berjibaku berkampanye untuk Andi Mallarangeng menuju kursi Ketua Umum Partai Demokrat. Percayalah itu bukan semata hanya keinginan, dan pilihan politik personal Edhi.
Ada banyak penjelasan untuk menunjukkan kebenaran kesimpulan tersebut. Di antaranya, Edhi Baskoro selama ini dikenal sebagai “anak manis” dalam keluarga. Putra bungsu Yudhoyono dan Ani Yudhoyono itu, diyakini sebagai anak penurut. Itu modal sosial politik yang tak dimiliki semua orang.
Jadi, dengan segala kecerdasan dan sikap politik personal Ibaz, panggilan akrab Edhie Baskoro, tentu kesadaran politiknya untuk memilih Andi Mallarangeng, bukan soal sederhana. Secara politik, sukar dipercaya, Ibaz berani bertindak jauh, untuk sebuah keputusan yang sangat besar: Arah Partai Demokrat ke depan !
Meski tidak terang-terangan menyebutkan dukungan SBY, yang mendasari pilihannya, Edhi pernah mengungkapkan, kalau ia kerap berdiskusi dengan ayahnya tentang Andi, dengan segala kelebihan, dan kekurangannya. Ayah, dan anak itu membicarakan sosok yang pantas untuk memimpin Partai Demokrat dimasa depan.
Naluri politik kita, tentu saja melalui langkah Ibaz – SBY telah memberikan kepercayaan untuk masa depan partai yang susah payah dibesarkannya kepada orang tepat. Dan itu terefleksi dari pilihan politik Ibaz secara personal.
Selain Ibaz, tentu kita harus mencermati juga langkah para menteri asal Partai Demokrat yang juga mendukung Andi Mallarangeng. Dan yang terakhir, salah satu kandidat lainnya, Marzuki Alie sudah tidak terlalu bersemangat untuk tancap gas menuju PD-1.
Dengan demikian, bagi peserta kongres dan juga kandidat lainnya. Jika bukan Anas, apalagi sebagai politisi, layaklah kiranya memberikan ucapan selamat bekerja, selamat mengembangkan amanah untuk membawa kejayaan partai, kejayaan bangsa dan negara, terhadap Andi “ Anto” Mallarangeng yang selalu khusuk jika makan shahur di Kafe Tenda Semanggi, sebelas tahun yang lalu.
© Copyright 2024, All Rights Reserved