Hari ini, Rabu (19/01), para komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bertandang ke kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebuah agenda penting disiapkan dalam kunjungan itu. Mereka akan membahas tentang perlakuan terhadap whistle blower yang berstatus sebagai tersangka atau terdakwa.
Ketua LPSK, Abdul haris Semendawai mengatakan, lembaganya sudah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan KPK soal perlindungan kepada wishtel blower (pemberi informasi). “Bulan Agustus lalu LPSK sudah miliki MOU tentang perlindungan saksi,” ujar Haris kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Akan tetapi, masih perlu dibahas, perlindungan seperti apa yang harus diberikan kepada seseorang, yang menjadi wishtel blower tetapi sekaligus tersangka ataupun terdakwa. “Masih perlu kita tindakanjuti untuk teknisnya. Kita ingin kongkritkan," ujar Haris.
"Kalau jadi saksi saja tidak ada hambatan tapi kalau dia juga ikut terlibat dalam perkara yang dia laporkan kan jadi masalah. Ini yang kita bicarakan dengan KPK," ucap dia.
Dia menegaskan pihaknya bersama KPK dalam kesempatan ini tidak bicara kasus per kasus, tapi secara umum. Diharapkan dari pertemuan tadi bisa diputuskan whistle blower seperti apa yang harus dilindungi.
“Untuk kepentingan penyusunan teknis, kami sudah sepakat dalam pekan ini masing-masing lembaga membentuk tim dan diharapkan sebulan ini selesai,” terangnya.
Abdul Haris menambahkan, pertemuan kali ini bersifat umum serta dalam rangka mengkongkritkan MoU perlindungan saksi dan korban dengan KPK. Seperti diketahui pada Agustus lalu LPSK dan KPK sudah menandatangani MoU tersebut. “Itu perlu ditindaklanjuti. Kami masih membutuhkan kesepakatan non teknis sehingga tak ada lagi hambatan,” ungkapnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved