Bank Dunia mengkritik mekanisme dalam distribusi dana desa yang dilaksanakan pemerintah Indonesia. Sistem distribusi yang sedang berjalan dinilai tidak merata dan dapat memicu ketimpangan pendapatan antar penduduk di daerah.
Ekonom utama Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop mengatakan, sumber ketimpangan perolehan manfaat itu karena rumus 90 persen dana desa yang dibagi merata setiap desa, dan hanya 10 persen sisanya yang berdasarkan kriteria demografis dan geografis.
Diop mengatakan, populasi penduduk miskin di setiap desa berbeda. Pembagian alokasi hingga 90 persen dari total anggaran dana desa, dikhawatirkan membuat perolehan manfaat dari dana desa tersebut untuk setiap penduduk tidak merata.
"Desa dengan jumlah penduduk yang sedikit menerima manfaat dana desa lebih besar, sedangkan desa dengan jumlah penduduk yang banyak menerima manfaat dana desa lebih sedikit," ujarnya kepada pers di Jakarta, Selasa (15/12).
Diop mengingatkan, mekanisme distribusi dana desa harus menjadi perhatian pemerintah, apalagi anggaran desa telah meningkat lebih 2 kali lipat menjadi Rp46 triliun di 2016 dari Rp20,7 triliun pada 2015.
Selain masalah distribusi, Diop menilai, pemerintah juga perlu meningkatkan kapasitas aparatur desa untuk mengelola insentif anggaran itu. Keterbatasan kapasitas aparatur desa, justru bisa menggagalkan optimalisasi penggunaan dana desa untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat.
"Sejumlah penundaan pencairan dana desa tahun ini yang signifikan menunjukkan kurangnya persiapan pemerintah daerah dan desa," ujarnya.
Meski demikian. Diop memuji peningkatan alokasi dana desa yang dianggarkan pemerintah. Komitmen ini dapat melipatgandakan belanja sektor produktif, terutama untuk membangun infrastruktur daerah.
© Copyright 2024, All Rights Reserved