Kementerian Pertanian (Kementan) menetapkan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur sebagai sentra baru pengembangan bawang putih. Daerah ini, menjadi pusat produksi bawang putih menyusul Sembalun (NTB), Temanggung, Karanganyar, dan Magelang (Jawa Tengah).
“Diharapkan Banyuwangi bisa mengawali kebangkitan suplai bawang putih untuk kebutuhan nasional dari ketergantungan impor selama ini. Karena sejak tahun 2005, kita selalu impor dari sejumlah negara seperti Cina, Mesir, India dan Taiwan. Jumlahnya pun tak sedikit hingga 500.000 ton. Karena produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi 20 persen,” kata Dirjen Hortikultura Kementan Spudnik Sujono usai meninjau penanaman bawang putih di Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (23/02).
Menurutnya, penetapan sentra baru tersebut bukanlah tanpa alasan. Pihaknya melihat Banyuwangi memiliki potensi, baik secara lahan maupun agroklimat. Bahkan pada tahun 1990-an, Banyuwangi pernah mengembangkan bawang putih. Apalagi saat ini, ada 116 hektare (ha) lahan bawang putih yang dikembangkan oleh importir CV. Sinar Padang Sejahtera. Dengan total produksi 4000 ton pertahun.
“Kita memang pernah mengalami kejayaan bawang putih. Namun, lambat laun, daerah tersebut tak berproduksi lagi seiring pemerintah membuka kran impor dan bawang putih tak menarik lagi bagi petani. Mulai saat ini, harus ada semangat baru untuk kembali menjadikan Kabupaten Banyuwangi sentra bawang putih di Indonesia. Kami berharap, Banyuwangi nantinya dapat berkembang seperti Solok, Sumatera Barat yang kini menjadi salah satu sentra bawang merah,” ujarnya.
Dijelaskan, bawang putih memiliki nilai yang luar biasa. Selain untuk konsumsi dan bisa digunakan untuk obat. Oleh sebab itu, target swasembada harus direalisasikan. Untuk merealisasikan target tersebut, setidaknya dibutuhkan lahan seluas 73.000 ha pada tahun 2019. Dengan perincian, 60.000 ha untuk konsumsi dan 13 .000 ha lainnya sebagai pengembangan benih. Sedangkan, pada tahun 2018, ditargetkan luas lahan tanam 26.250 ha.
“Namun hingga saat ini, total luas lahan yang telah dikembangkan baru mencapai 12.000 ha. Untuk mengejar target tersebut, kami pun mewajibkan importir untuk ikut menanam 5 persen bawang putih dari volume impor yang diminta. Hal itu sesuai dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 16 Tahun 2016 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Mulai tahun 2018 ini, Permentan itu sudsh diberlakukan,” ulasnya.
Dia mengungkapkan, Permentan tersebut dibuat, lantaran APBN tidak bisa diharapkan. Sesuai intruksi presiden (Inpres) Joko Widodo, penyerapan anggaran 2018 difokuskan pada penyerapan tenaga kerja. Pihaknya pun mengimplementasikan melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH).
“Jadi bawang putih yang ditanam di Banyuwangi merupakan realisasi Permentan RIPH karena ditanam oleh importir. Selain penanaman bawang putih, importir tersebut juga sudah memperkerjakan 900 hingga 1.000 pekerja lokal. Dan, diperkirakan menyerap 1.500 orang pekerja lokal saat panen pada awal Maret nanti. Itu berarti sudah menguatkan komitmen Presiden Jokowi untuk optimalisasi padat karya dari setiap program,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Penjualan CV Sinar Padang Sejahtera, Ferry Susanto menambahkan, pihaknya setiap tahun mengajukan impor 10.000 ton. Untuk memenuhi syarat impor, makan pihaknya diwajibkan menanam bawang putih 5 persen dari kuota impor. Yaitu sekitar 500 ton bawang putih yang ditanam di lahan seluas 145 ha. Saat ini lahan yang sudah ditanam seluas 116 ha dan dilakukan pada awal November 2017. Sedangkan, sisanya sebanyaj 29 ha akan ditanam pada awal April 2018.
“Target kami seharusnya 500 ton di luas lahan 145 ha, tapi karena lahannya sangat subur estimasi kami sekali panen bisa hingga 2.000 ton bawang putih. Dalam setahun kami panen 2 kali. Untuk 1 ha bisa menghasilkan 15 ton bawang putih basah. Rencananya, hasil panen sebanyak satu per tiga dimurnikan untuk dijadikan benih kelas lebih tinggi dan sisanya sebagai sumber benih untuk mengejar target swasembada,” ujarnya.
Ferry optimistis bisa memenuhi target, sehingga perusahannya bisa mengurangi jumlah impor bawang putih. Apalagi, varientas bawang putih yang ditanam merupakan varientas lokal unggulan, seperti lumbung kuning dan lumbung hijau. Sehingga secara kualitas lebih baik. Sebab selama ini, Indonesia mengimpor bawang putih sebagian besar dari Cina. Namun bila dibandingkan, rasa bawang putih impor dengan lokal jauh berbeda.
“Selama ini, sekitar 95 persen kita impor bawang putih dari Cina. Bawang putihnya memang lebih besar dari bawang putih produksi kita, tetapi bawang putih kita rasanya lebih pedas. Jadi mutu dan kualitasnya lebih bagus dari produk impor. Mulai 4 Maret nanti, bawang putih lokal jenis lemu hijau dan lemu kuning yang ditanam, diprediksi akan mulai panen dengan produksi 8 ton bawang putih kering per ha,” pungkas Ferry.
© Copyright 2024, All Rights Reserved