Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) menyatakan, Indonesia layak untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Pertentangan yang selama ini dipermasalahkan oleh sejumlah kalangan masyarakat antinuklir dianggap tidak mendasar. Justru seharusnya masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut.
Begitulah kata Kepala Batan Jarot S. Wisnubrato kepada politikindonesia.com di Jakarta, Selasa (16/06). Menurutnya, keinginan membangun PLTN itu bukan semata-mata keinginan Batan. Tapi lebih karena PLTN dianggap mampu menjadi salah satu solusi terbaik untuk mengatasi krisis energi yang dihadapi Indonesia. Maka kehadiran Batan, semata-mata hanya untuk melindungi masyarakat.
"Seringkali orang mendengar kata nuklir sudah takut terlebih dahulu. Jadi masyarakat hanya melihat sisi buruk dari nuklir itu sendiri. Padahal nuklir yang seringkali dicap jelek sebagai reaktor yang menakutkan dan merusak lingkungan justru bisa memberikan solusi bagi kriris energi," ungkapnya.
Dijelaskan, beberapa hal yang dipermasalahkan selama ini oleh masyarakat antinuklir, di antaranya PLTN dianggap sebagai pembangkit listrik yang mahal, memiliki risiko tinggi. Selain itu, wilayah Indonesia tidak layak dibangun PLTN karena berada di daerah ring of fire. Pertimbangan lainnya adalah limbah radioaktif yang dihasilkan PLTN masih berumue panjang dan potensi radiasinya tinggi.
"Sebenarnya sudah banyak hal yang berkembang. Sejumlah alasan yang mereka masalahkan pun bisa kami mentahkan dengan menunjukan perkembangan baru mengenai nuklir. Jadi nuklir itu adalah pilihan terakhir untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat. Sehibgga energi nuklir ini pun bisa menjadi pilihan utama," ujarnya.
Jarot mengatakan, selama ini masyarakat antinuklir berpendapat masih banyak solusi yang bisa dipilih untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Indonesia. Caranya, dengan mengoptimalkan penggunaan batubara, solar shell, angin, arus laut dan biodiesel. Karena berbagai sumber energi tersebut ramah lingkungan.
"Batan didirikan oleh pemerintah karena adanya percobaan pada 1958 percobaan bom atom di Indonesia. Makanya muncul tugas yang kita emban, termasuk bagaimana melakukan kajian studi PLTN. Indonesia sangat layak dan siap untuk membangun PLTN," ucapnya.
Diakui, Indonesia memang memilliki potensi untuk membangun PLTN. Karena Indonesia menyimpan uranium sebanyak 70.000 ton. Namun, secara Undang-undang uranium yang ada tidak bisa dieksploitasi secara komersial. Potensi uranium yang tersimpan di Indonesia tidak bisa dieksploitasi. Namun bisa dijadikan sebagai cadangan yang akan digunakan oleh generasi ke depan.
"Sayangnya, pembangunan PLTN ini membutuhkan dana besar dan proses pembangunannya bisa mencapai 10 tahun. Jadi dalam membangun sesuatu itu harus ada kontrol dan regulasi yang jelas tentunya dan tidak bisa asal bangun saja. Jangan sampai pembangunan PLTN tergesa-gesa karena kebutuhan yang mendadak. Hal itu sangat berbahaya dan menimbulkan dampak yang tidak baik," tandasnya.
Ditambahkan, PLTN harus mulai diproses sebelum kebutuhan energi Indonesia sudah tidak terpenuhi lagi. Sehingga tidak tergesa-gesa dan hasilnya dapat lebih efektif. Oleh sebab itu, dunia internasional sangat mendukung Indonesia untuk memanfaatkan teknologi nulir. Pembangunan tersebut harus tetap melalui prosedur terpenting dalam pembangunan PLTN.
"Dalam pembangunan PLTN harus ada regulasi dan sumber daya manusia yang kompeten serta terpenting diharapkan secepatnya dapat direalisasikan. Jadi, jangan lagi meragukan kemampuan SDM Indonesia. Karena dari segi kompetensi dalam penguasaan teknologi, kedisplinan dan kemampuan dalam menanggani kebencaan sudah bisa diragukan lagi," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved