Awalnya, tekanan terhadap Megawati ini memang dipicu oleh kebijakan yang diambil sendiri oleh pemerintah. Rakyat, hampir diseluruh jagat negeri secara bergelombang mendesak pemerintah untuk mencabut kebijakan yang menaikkan harga BBM, Listrik, dan Telpon.
Karena Megawati tetap bersikukuh dengan kebijakannya, maka bola penurunan harga-harga tersebut bergulir menjadi tuntutan agar Megawati dan Hamzah Haz segera turun dari jabatannya. Kenapa? Sebab pemerintahan ini sudah dianggap tidak mampu lagi memperbaharui nasib rakyat. Rakyat merasakan dari hari ke hari kian terjepit kehidupannya dengan beragam kebijakan pemerintah.
Memang, sebagaimana lazimnya, kenaikan BBM, telepon dan listrik akan segera merangsang untuk kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya. Dan ini tidak dapat dipungkiri lagi.
Di beberapa daerah unujuk rasa diwarnai dengan kasus-kasus kekerasan. Seperti yang terjadi di Karawang, dua orang kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Karawang terpaksa harus berbaring di rumah sakit akibat perilaku polisi yang semena-mena menggunakan senjata. Dua kader HMI itu terkena tembakan aparat kepolisian. Sementara di Lamongan, Jawa Tengah beberapa aktivis LMND ditangkap.
Seperti biasa, ditengah memanasnya suhu politik yang melibatkan banyak masa, para politisi langsung menangkap situasi ini. Tuntutan rakyat yang menghendaki Megawati menurunkan harga dan tarif ini, langsung menjadi ajang pemanasan untuk Pemilu 2004. Meskipun belum secara terbuka, tapi jelas bahwa gerakan mahasiswa dan buruh yang melakukan aksi-aksi tersebut disarati oleh muatan politik.
Setidaknya, pada Jumat (10/01) Pukul 18.30-20.30 di gedung Poros Indonesia di Jl.Penjernihan, Pejompongan Jakarta Pusat, Eros Djarot yang juga Ketua Umum Partai Nasionalis Bung Karno (PNBK) bertindak menjadi fasilitator pertemuan berbagai elemen.
Menurut Eros, pemerintahan Megawati-Hamzah dianggap telah gagal menjalankan agenda reformasi.
Disamping itu, Julius Usman, Meliono Soewondo, Chotibul Umam Wiranu, Haryanto Taslam, dan beberapa aktivis, seperti dr.Hariman Siregar, Teten Masduki ICW, Bagus Satrianto(ILUNI UI), Bram G Zakir, Judil Herry Aktivis Prodem seperti Bob Randi Lawe, Bambang Isti Nugroho, Bono, Adrian Napitupulu, Forkot, dan beberapa aktivis LNMD, FAM UI, disebut-sebut juga melakukan upaya untuk mendorong aksi-aksi yang ada menjadi lebih besar.
Dalam pertemuan ini, muncul beberapa usulan dari para peserta untuk mengajak seluruh komponen bangsa untuk melakukan penolakan kebijakan pemerintah dengan merencanakan mendirikan posko-posko bersama dilingkungan kampus untuk mengkonsolidasikan kekuatan mahasiswa guna melakukan tekanan yang lebih besar.
Guna mematangkan agenda, Senin (13/01)akan dilakukan pertemuan serupa guna menyatukan persepsi dan mencari jalan alternatif karena pemerintahan Megawati dianggap tidak layak untuk dipertahankan. Disamping itu, juga disarankan kepada supaya seluruh komponen masyarakat untuk segera menduduki tempat-tempat vital seperti Bulog, Pertamina dan instansi-instansi strategis lainnya.
Masih dalam rangkaian yang sama, pada Rabu (15/01) bertempat di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Hariman Siregar akan menggelar acara Dialog Nasional bertemakan “Selamatkan Indonesia Kita”, dengan melibatkan beberapa seniman antara lain, WS Rendra, Leo Kristi dan juga menghadirkan Habib Husien Alhabsy.
Menurut rencananya, Senin (13/01) mendatang beberapa elemen mahasiswa yang tergabung dalam BEM Se Jabotabek dan Banten seperti; BEM UI, HMI Jakarta, KAMMI Jakarta, PNJ, IPB, STAN, UNJ, UHAMKA, UMJ, STEI Rawamangun, UMB, UBL, IAIN, YARSI, Asyafiiyah, Borobudur, Parlemen FE & Formatur TRISAKTI, dan beberapa elemen buruh akan kembali melakukan aksinya ke Istana negara.
Apabila hal ini disikapi oleh aparat dengan cara-cara yang represif tentunya akan semakin membuat situasi semakin memanas, dan tentu saja akan ada pihak-pihak yang diuntungkan.
Bila gelombang demo ini tidak dapat ditahan, maka bisa jadi beragam gerakan untuk menekan pemerintahan Megawati-Hamzah akan kian meluas. Perangkat-perangkat, seperti dibuatnya posko-posko di lingkungan kampus-kampus yang akan dijadikan sebagai mimbar-mimbar bebas guna melakukan konsolidasi dan menyatukan isu seperti pada saat melengserkan Soeharto, tentu akan bermunculan.
Selain tekanan terhadap Megawati, gelombang tekanan kearah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa dipastikan akan terjadi, karena dianggap DPR juga bertanggungjawab atas semua penderitaan yang dialami rakyat banyak. Akankah gerakan mahasiswa kali ini mengulangi sejarah, seperti ketika mereka menumbangkan rezim Soeharto pada 1998?
© Copyright 2024, All Rights Reserved