Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan, dirinya punya alasan kuat belum memberhentikan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari jabatannya sebagai Gubernur DKI, meski saat ini Ahok menjadi terdakwa kasus penistaan agama.
Tjahjo meyakini bahwa UU Pemda yang dikaitkan dengan status Ahok tersebut memiliki banyak tafsir. Hal itu menjadi alasan dirinya hingga kini belum memberhentikan Ahok dari jabatan Gubernur DKI.
"Saya meyakini bahwa antara UU Pemda dan dakwaan itu multitafsir, maka saya yakin betul. Saya pertanggungjawabkan kepada Pak Presiden apa yang saya putuskan untuk belum memberhentikan, belum loh ya," ujar Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (16/02).
Dikatakannya, perbedaan pandangan mengenai UU Pemda tersebut adalah hal yang wajar. Untuk itu, dirinya telah mendatangi Mahkamah Agung (MA) untuk meminta fatwa mengenai polemik tersebut.
"MA belum membuat surat, tapi statement ketua kan sudah, itu urusan beda. Statement Ketua MA kan menyerahkan ke Mendagri, jadi apa yang sudah saya anggap benar, ya itu benar. Jadi, ya sudah," kata dia.
Tjahjo pun menegaskan, dirinya tidak bisa memaksa MA untuk mengeluarkan fatwa tersebut. "Fatwa MA itu kami tidak memaksakan MA mau buat fatwa atau tidak. Statement beliau kan sudah ada, menyerahkan sepenuhnya kepada Mendagri," katanya.
Oleh sebab itu, Tjahjo tidak akan mengubah keputusannya soal mengaktifkan kembali Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta. "Saya yakin betul, saya mempertanggungjawabkannya kepada Bapak Presiden apa yang sudah saya putuskan belum memberhentikan," ujar Tjahjo.
Seperti diketahui, keputusan untuk mengaktifkan kembali Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta menuai protes. Bahkan, sebagian fraksi di DPR ingin menggunakan hak angket untuk mempertanyakan keputusan Mendagri.
Ahok dianggap tidak bisa lagi aktif menjadi Gubernur DKI karena status hukumnya sebagai terdakwa perkara dugaan penodaan agama.
Mendagri kemudian melayangkan permintaan penerbitan fatwa kepada MA untuk memperjelas ketentuan dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Belakangan, Ketua MA Hatta Ali mengatakan bahwa seyogianya hal itu tidak memerlukan fatwa MA. Persoalan itu bisa diselesaikan oleh biro hukum di Kemendagri.
© Copyright 2024, All Rights Reserved