Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan) harus selalu berperan aktif menjaga pasokan pangan. Sehingga dapat menekan dan menstabilkan harga kebutuhan pangan masyarakat.
"Pengawalan stabilitasi pasokan dan harga pangan dapat dilakukan, baik melalui kebijakan regulasi maupun aksi nyata di lapangan," kata Kepala BKP Kementan Agung Hendardi kepada politikindonesia.com, usai membuka Rapat Kerja (Raker) BKP di Bogor, Jawa Barat, Kamis (14/09).
Menurut Agung, pihaknya juga harus terus melakukan perbaikan distribusi pangan melalui Toko Tani Indonesia (TTI). Karena keberadaan TTI bukan hanya menekan dan menstabilkan harga di tingkat konsumen, tapi di tingkat petani.
"Kami harus terus memperbaiki ketersediaan. Salah satunya, menumbuhkan produksi di daerah rawan pangan. Suatu daerah dikatakan rawan pangan diukur dari indeks yang kami miliki. Jadi yang di bawah angka tertentu itu yang masuk rawan pangan. Ini yang kami dorong agar tidak masuk daerah rawan pangan," paparnya.
Diungkapkan, TTI yang dikembangkan sejak tahun 2016 masih terus ditingkatkan pengembangannya. Untuk tahun 2017, ada sekitar 1000 TTI yang dikembangkan. Untuk menstabilkan harga, pihaknya mematok target 3000 TTI di seluruh Indonesia pada tahun 2018.
"Sehingga jumlah TTI yang menjual bahan pangan dengan produk berkualitas dan harga murah akan terus bertambah. Diharapkan, pada tahun 2019 target 5.000 bisa tercapai. Kami sangat optimis," tegas Agung.
Untuk mengembangkan dan memperluas TTI, lanjut Agung, pihaknya juga melakukan kerjasama dengan BUMN. Kerjasama tersebut dilakukan untuk memperluas jangkauan pemasaran. Sehingga kehadiran TTI semakin memudahkan masyarakat untuk mendapatkan bahan pangan pokok dan strategis dengan harga terjangkau.
"Kerjasama yang kami lakukan juga untuk melindungi petani dan konsumen serta dalam rangka pengendalian harga. Sehingga petani diuntungkan karena saat panen harga komoditasnya bisa dibeli dengan harga yang layak. Sementara itu, konsumen juga akan merasakan kestabilan harga tanpa harus mengeluhkan soal minimnya pasokan dan mahalnya harga," ucapnya.
Dijelaskan, terkait kebijakan stabilitasi pangan, Kementan mendorong terbitnya pengaturan tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas beras. Kebijakan itu tertuang dalam Permendag Nomor 57/2017 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras.
"Dalam kebijakan tersebut memberikan jaminan kepastian harga beras dan meningkatkan keterjangkauan harga beras di tingkat konsumen. Sehingga konsumen akan diuntungkan," ulasnya.
Dipaparkan, dengan adanya HET beras akan menghilangkan disparitas harga beras yang tinggi dari produsen hingga konsumen. Sehingga akan tercipta perdagangan beras yang berkeadilan dan konsumen membayar sesuai dengan mutu beras yang dibeli.
"HET beras ini diperuntukan untuk pasar tradisional dan pasar modern. Karena pasar tradisional menjual beras beragam jenis, seperti premium, medium dan khusus. Hal itu bisa menjadi pilihan masyarakat untuk memilih. Apalagi sebelum ada HET beras, harga liar dengan kualitas yang tidak sesuai. Bahkan, harga beras di Indonesia dianggap termahal di Asia," tuturnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved