Pembahasan draf Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan ditingkat pemerintah sudah selesai. RUU tersebut telah diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat. Namun jadwal pembahasan dewan dan pemerintah belum dipastikan.
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) Ahmad Fuad Rahmany mengatakan pihaknya telah menyerahkan draf RUU tersebut ke DPR, 15 Juni lalu. “Sudah diserahkan. Jadwqal pembahasannya ditentukan dewan,” ujar Fuad di Jakarta, Sabtu (03/07).
Fuad membeberkan panjang lebar, bahwa bentuk RUU OJK pada dasarnya tidak jauh dengan wacana yang di bahas media selama ini. OJK nantinya akan mengambil alih fungsi pengawasan bank yang selama ini melekat di Bank Indonesia dan Bapepam LK. Keduanya disatukan di bawah lembaga khusus yang dinamakan Otoritas Jasa Keuangan.
Struktur OJK nantinya terdiri atas dewan komisioner, pengawas perbankan, pengawas pasar modal dan pengawas industri keuangan non bank. Semua struktur ini independen dan dijamin oleh RUU itu.
Dewan komisioner beranggotakan tujuh orang yang bertugas untuk membuat pengaturan dan tiga struktur lainnya bertugas sebagai pengawas. “Jadi ini, OJK itu membedakan antara orang yang tadinya membuat pengaturan dan melakukan pengawasan secara bersamaan, kini dibuat terpisah tapi tetap dalam satu institusi," kata dia.
Fee Industri
Lebih jauh diterangkan Fuad, OJK yang diusulkan dalam RUU ini nantinya tidak akan beroperasi dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Lembaga ini akan menggunakan dana yang ditarik dari industri keuangan.
Besaran ongkos atau fee yang ditarik dari industri itu, terbilang sangat kecil. “Kami tidak bisa sebut berapa angkanya tapi ada rumusannya,” kata Fuad seraya menambahkan, bahwa jumlahnya berkisar antara 0,02-0,05 persen dari total dana yang dikelola perusahaan.
Dikatakan Fuad, dana ini akan menjadi iuran wajib layaknya besarnya premi perbankan yang sekarang dibayarkan ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tapi premi LPS lebih besar karena prosentasenya mencapai 0,2 persen. “Kalau OJK nanti hanya setengah atau seperempatnya itu. Itu kalau dihitung misal perusahaan saham untung Rp1 triliun, dia hanya setor Rp10 miliar," kata Fuad.
Dikatakan Fuad, besarnya iuran yang harus dibayarkan ini juga tidak selalu sama setiap tahun. OJK, kata dia, akan memiliki sebuah neraca yang nantinya mencatat seberapa besar pengeluaran biaya operasional dan sejauh mana sisa dana setoran itu untuk digunakan.
Kalau seandainya ada sisa setiap akhir tahun, maka dana sisa itu akan menjadi tambahan iuran kumulatif tahun berikutnya sehingga bisa mengurangi iuran dari para industri usaha keuangan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved