Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menolak wacana penerapan full day school yang disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
"Jangan hanya lihat Jakarta. Lihat Papua, Kalimantan, Sumatera, bahkan Jawa Barat. Tidak semua sekolah cocok dengan penerapan full day school," kata Dedi, Selasa (09/08).
Menurut Dedi, full day school hanya cocok untuk anak perkotaan yang kedua orang tuanya sibuk dengan berbagai pekerjaan. Full day school juga efektif jika fasilitas di sekolah memadai.
"Fasilitasnya harus memadai. Laboratorium, ruang seni, ruang olahraga, harus representatif. Begitupun dengan kegiatan ekstrakurikuler seperti Pramuka, PMR, Paskibra, harus bagus," kata Dedi.
Dedi menjelaskan, dengan fasilitas mumpuni, selama seharian anak bisa tidak memegang buku. Mereka bisa menyalurkan bakat dan ekspresinya lewat kegiatan yang mereka sukai. Namun bagi sekolah yang fasilitasnya tidak memadai, anak hanya akan depresi. "Jika sekolah pengap, sempit, disuguhkan banyak mata pelajaran, anak akan depresi," kata Dedi.
Dedi menegaskan, Kabupaten Purwakarta tetap akan menggunakan konsep yang sudah ada. Di pedesaan yang warganya rata-rata berprofesi sebagai petani, sekolah di Purwakarta lebih singkat. Masuk pukul 6.00 WIB dan pulang pukul 11.00 WIB.
"Sepulang sekolah, mereka membantu orang tuanya menjadi petani. Mereka berada di sawah, ladang, sambil beternak domba, sapi, dan lainnya," kata Dedi.
Menurut Dedi, seharusnya, kegiatan-kegiatan anak di sawah, ladang, atau ketika membantu orangtuanya menjadi nelayan juga menjadi poin penting pendidikan.
"Sekolah harusnya bisa menjawab tantangan kebutuhan publik. Indonesia masih impor daging, ikan, sayur, buah-buahan. Harusnya sekolah berbasis lingkungan yang bisa menjawab itu semua," kata Dedi.
Dedi menilai penyeragaman konsep pendidikan menjadi full day school tidak akan efektif. Karena suasana, sarana prasarana, dan kebutuhannya berbeda apalagi bagi anak-anak yang rumahnya jauh dari sekolah.
Jika full day school diberlakukan, mereka akan pulang malam. Karena sampai sekarang, bukan hanya Papua atau Kalimantan yang akses sekolah ke rumah jauh. Di Jabar pun, masih ada anak yang harus menempuh perjalanan tiga jam ke sekolah.
"Kalau full day school digeneralisasi saya tidak setuju dan menolaknya. Kalau itu yang diputuskan, saya akan surati kementerian menyampaikan ketidaksetujuan ini," pungkas Dedi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved