Para cendekiawan muslim harus lebih aktif mengajukan gagasan-gagasan tentang Islam moderat di ruang publik untuk menyentuh segala kalangan. Langkah ini dapat menangkal tumbuhnya radikalisme dalam masyarakat yang dipengaruhi pemahaman yang salah.
Demikianlah disampaikan Ketua Ikatan Alumni Universitas Islam Indonesia (Ikaluin) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Zacky Siradj kepada politikindonesia.com disela-sela konferensi nasional Ikaluin se-Indonesia di Tangerang Selatan, Kamis (22/03).
Zacky mengakui, pemahaman terhadap Islam yang mengandung semangat kebinekaan dan keindonesiaan masih kurang. Masih adanya ancaman perpecahan bangsa yang mengatasnamakan perbedaan. Padahal, sejak Indonesia berdiri, Islam sudah menyatu dengan proses keindonesiaan.
“Dalam perkembangan zaman, penafsiran terhadap ajaran agama tersebut mengalami perubahan-perubahan makna, yang justru dapat memecah belah bangsa dengan adanya gerakan masyarakat yang ingin mengubah Pancasila sebagai dasar negara. Diperlukan pemikiran yang sama dari para kaum terdidik Islam untuk kehidupan masyarakat dan bangsa,” ujarnya.
Zacky menilai, Indonesia sedang mendapat tantangan terhadap nilai-nilai kebangsaan nya. Nilai itu seharusnya diperkuat oleh nilai-nilai keagamaan yang hidup di masyarakat. Membangun nilai keindonesiaan sangat demikian penting mengingat bangsa ini yang ditakdirkan menjadi masyarakat yang sangat beragam.
“Keragaman ini tentu saja telah menyumbangkan pandangan dan sikap hidup masyarakat setempat. Di antara sikap itu adalah sikap kearifan dan kesalehan-kesalehan sosial bagi kehidupan masyarakat bangsa. Salah satunya adalah kearifan lokal yang dianut oleh suku minang, ringan sama dijinjing dan berat sama dipikul. Seperti itu jelas akan dapat mengukuhkan nilai-nilai keindonesiaan, seperti nilai kemanusiaan yang berkeadaaban serta nilai persatuan Indonesia,” ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kelembagaan UIN Jambi Suaidi Asyari menambahkan, ancaman terhadap kebinekaan dan keberagaman itu muncul karena Islam moderat kurang masif digaungkan. Kekosongan itu diisi kelompok radikal yang secara aktif melalui media sosial dan ruang publik lainnya menyuarakan tentang negara yang tidak hadir untuk rakyatnya dan perlahan mendorong agar dasar negara diubah.
“Kalangan Islam moderat sibuk memerangi Islam radikal. Tetapi, mereka lupa untuk membicarakan isu-isu yang digunakan oleh kalangan radikal untuk membuat masyarakat tidak percaya pada negara. Seharusnya yang dilakukan oleh kalangan Islam moderat saat ini adalah mengisi ruang-ruang yang sama diisi oleh kelompok radikal untuk menginternalisasikan nilai-nilai radikal itu,” imbuhnya.
Dipaparkan, ruang-ruang yang dimaksud salah satunya adalah isu tentang kesenjangan ekonomi. Kini, isu tersebut menjadi yang paling rawan untuk diserang. Adanya kesenjangan ekonomi lalu diasosiasikan bahwa negara tidak hadir untuk rakyatnya. Sehingga bangsa ini dijejali nilai-nilai yang tidak sesuai dengan dasar negara karena merasa negara tidak lagi bisa dipercaya.
“Kelompok masyarakat yang rentan dijejali oleh paham-paham radikal adalah masyarakat yang tingkat perekonomiannya menengah ke bawah. Karena masyarakat yang tingkat perekonomiannya rendah itu merasa tidak dijamin kehidupannya oleh negara. Dalam kondisi seperti itu, mereka mudah dimasuki oleh paham-paham lain yang terkesan manis dan menjanjikan padahal bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Masykuri Abdillah menyatakan, Indonesia adalah negara yang menghargai agama. Hal itu tertulis dalam sila pertama Pancasila yang menyatakan adanya Tuhan. Dalam UUD 1945, kebebasan memeluk agama dan menganut kepercayaan juga dijamin. Apalagi, Indonesia adalah negara yang demokratis dan modern.
“Islam yang berkembang di Indonesia pun memiliki ciri khas, yaitu moderat. Hal tersebut dicirikan dengan tiga hal yaitu, toleran dalam hubungan antarmanusia, akomodatif terhadap negara, dan menerima modernisme. Perkembangan moderat juga membuat Islam mampu menerima perkembangan masyarakat dan modernisme,” tutupnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved