Dituding melakukan kebohongan publik oleh sejumlah tokoh masyarakat dan pemuka agama, pihak Istana bereaksi keras. Kalangan Istana membantah tudingan bahwa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan 18 kebohongan publik.
Bantahan tersebut dikemukakan, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparingga dalam diskusi di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (15/01).
Daniel mengatakan, dalam hal perbaikan kondisi perekonomian, capaian pemerintah sebenarnya cukup baik. Hal itu terlihat dari data statistik perekonomian makro. Angka kemiskinan di pedesaan, kini hanya 13% dan di perkotaan 19%.
Hanya saja, ujar Daniel, masyarakat tidak suka disodori data semacam itu. “Orang tidak nyaman dengan angka, betapa pun itu impresif.”
Daniel menilai wajar jika sebagian orang merasa “sakit hati” jika pemerintah menggunakan statistik angka kemiskinan itu untuk mengklaim sudah bisa melakukan perbaikan di bidang perekonomian. Karena pada faktanya memang masih ada 10% atau sekitar 23 juta penduduk Indonesia yang masih miskin.
Sementara, Budayawan Radhar Panca Dahana mengatakan, kejujuran pemerintah semacam itu sebagai “kejujuran yang bohong”. Dalam kejujuran itu, pemerintah memang jujur menyatakan fakta. Padahal, fakta itu sendiri sebenarnya berontak pada realitasnya.
“Ada ironi, reduksi kebenaran, dan penolakan realitas. Yang terakhir misalnya, harga-harga masih tinggi, (mencari) pekerjaan masih dulit. Kebohongan-kebohongan itu akhirnya menjadi kebenaran. Jadi tuduhan itu sebenarnya mewakili batin publik,” kata Radhar.
Menurut Radhar, standar empirik dan materialitik yang digunakan pemerintah saat ini, tidak bisa merengkuh semua dimensi kemapanan di masyarakat. Pemerintah seharusnya tidak melihat realita berdasar angka statistik semata.
Radhar mengatakan, kalau melihat masyarakat menjadi suatu konstanta maka sama saja dengan membunuh realita. Kalau pemerintah hanya melihat statistik, itu berarti hanya melihat kebenaran yang artifisial, atau separuh kebohongan.
Adapun Ray Rangkuti dari Koalisi Masyarakat dan Pemuda Antikorupsi (Kompak) mengatakan, ada perbedaan sudut pandang "melihat angka" antara pemerintah dengan masyarakat.
"Ukuran yang dibuat Presiden itu tidak sesuai dengan publik," kata Ray.
Penjelasan Radhar dan Ray ditanggapi Daniel dengan mengatakan, dalam tradisi organisasi besar seperti Persatuan Bangsa-Bangsa, angka atau statistik sangatlah penting. Angka statistik dipakai bukan digunakan untuk menghilangkan fakta.
© Copyright 2024, All Rights Reserved