Departemen Pertahanan (Dephan) meminta penggunaan atribut militer yang selama ini digunakan satuan tugas partai politik (satgas parpol) atau kelaskaran agar dihentikan. Penggunaan simbol dan atribut seperti itu dapat menimbulkan kekerasan yang akan mengganggu penegakan sistem demokrasi Indonesia.
Demikian dikemukakan Menteri Pertahanan Matori Abdul Djalil, seusai peluncuran buku putih Dephan berjudul "Mempertahankan Tanah Air Memasuki Abad 21", di Jakarta, Senin, (31/3). "Dephan meminta penggunaan atribut itu ditiadakan, kalau kita ingin menegakkan demokrasi. Apalagi bila menggunakan pendekatan paramiliter, kecuali untuk pengamanan di lingkungan parpolnya," kata Matori soal maraknya satgas parpol dan laskar-laskar yang mengenakan atribut layaknya anggota militer, terlebih menjelang Pemilu 2004.
Menurut Matori, hal yang bersifat kelaskaran harus dijauhi dan satgas parpol yang menggunakan pendekatan paramiliter tidak tepat. Pembentukan laskar bisa menimbulkan kekerasan yang mengganggu penegakan sistem demokrasi Indonesia. Dengan alasan itulah, Dephan meminta agar laskar-laskar yang ada di Indonesia membubarkan diri.
Sedangkan, untuk satgas parpol, kata dia, sejauh untuk pengamanan sendiri (partai-red) boleh-boleh saja, asalkan pendekatannya bukan paramiliter. Namun sayangnya, kata dia, Dephan tidak mempunyai kewenangan untuk menertibkan hal tersebut. Dephan menyerahkan masalah ini kepada polisi untuk mengaturnya.
"Bagi Dephan bukan soal seragamnya, tetapi setidak-tidaknya laskar atau satgas yang ada agar membubarkan diri. Pengaturan lebih lanjut biar kepolisian nanti yang mengatur, " kata ketua umum PKB versi Batutulis ini.
Sementara itu, Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Dephan, Mayjen TNI Sudrajat mengatakan, kekuatan bersenjata sebetulnya merupakan hak dan monopoli kekuatan politik yaitu pemerintah. Dengan demikian, kata dia, dalam formalisasi nilai-nilai demokrasi di masa mendatang diharapkan tidak ada lagi organisasi unjuk kekuatan di luar kekuatan politik pemerintah.
"Kita mengimbau bagi mereka yang berbentuk paramiliter atau satgas-satgas yang berpakaian seperti tentara tidak ada lagi karena sangat menganggu manajemen pertahanan nasional," kata Sudrajat. Mengenai penggunaan atribut militer, Sudrajat mengaku, sejak awal Dephan sudah mengimbau agar satgas-satgas itu tidak menggunakannya. Alasannya, hal itu bisa memicu situasi dan kondisi yang tidak sehat di alam demokrasi.
Sudradjat mengharapkan pemerintah dan DPR segera membuat aturan atau undang-undang yang mengatur penggunaan atribut militer. Supaya negara ini teratur dan dilindungi oleh UU yang mengatur kapan dibolehkan atau tidak dibolehkan rakyat berhubungan dengan kontak-kontak keamanan nasional.
Menurutnya, pihaknya berharap agar ada aturan main yang jelas mengenai masalah tersebut. Ia pun meminta pemerintah dan DPR memperhatikan masalah itu.
"Kita sangat khawatir dengan tontonan show of force dari laskar itu. Jangankan orang luar negeri, kita sendiri saja bingung, mana tentara mana yang bukan dan siapa yang bertanggung jawab terhadap keamanan nasional. Ini yang harus diluruskan," paparnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved