Tuntutan masyarakat pada era desentralisasi terhadap pelayanan publik yang berkualitas terus menguat. Dengan wilayah yang sangat luas, akselerasi pemerataan layanan dan peningkatan mutu layanan tentu akan sangat sulit jika dilakukan dengan cara-cara konvensional. Diperlukan strategi yang tepat agar pelayanan publik dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat tak hanya di perkotaan tapi juga wilayah yang jauh dari pusat pemerintahan.
“Pengembangan dan pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi dapat membantu meningkatkan kinerja pelayanan publik oleh pemerintah, melalui elektronic governance (e-governance). Hal tersebut dilakukan dengan berbasiskan teknologi melalui pelaksanaan e-democracy dan e-government dengan sebaik-baiknya,” kata Rektor Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI Panji Hendrarso di Jakarta, Minggu (17/12).
Dengan cara demikian, lanjutnya, maka arus informasi yang selama ini mengalami hambatan baik antara pemerintah, masyarakat maupun kalangan pengusaha bisa terpecahkan. Sehingga bisa mendapatkan solusi. Transparansi informasi tersebut bertujuan untuk memudahkan masyarakat berpartisipasi dalam mengawasi kebijakan pemerintah. Selain transparansi informasi, undang-undang, peraturan pemerintah dan lembaga-lembaga penunjang pelaksanaan e-governance pun banyak yang dibentuk.
“Tujuannya agar transparansi informasi tidak tumpang tindih. Karena ditopang melalui keberadaan peraturan dan lembaga penunjang pelaksanaan e-governance. Saat ini beberapa kota di Indonesia sudah mulai menerapkan sistem e-governance di pemerintahannya yang dianggap bisa mengorganisir dengan baik dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sehingga masyarakat yang melihatnya juga menjadi lebih tahu tentang penggunaan dana APBD tersebut,” ungkapnya.
Sementara itu, Guru Besar bidang Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Martani Huseini menambahkan, layanan publik yang transparan dan memuat perkembangan e-governance harus berorientasi pada kerangka kebijakan dan kerangka peraturan. Sehingga dapat tercapai keterpaduan sistem pengelolaan, dokumen dan informasi elektronik. Karena e-governance merupakan wujud dari tata kelola pemerintah terkait pelayanan publik dengan berbasiskan teknologi.
“Bahkan, media sosial kini menjadi salah satu trend di era e-governance, karena telah banyak digunakan dibanyak negara. Apalagi, administrasi publik dalam sistem pemerintahan telah mengadopsi berbagai jenis alat web 2.0 seperti blog, wikis, mikro blogging, jaringan sosial, multi media sharing dan tagging. Ini memungkinkan internal birokrat berinteraksi secara langsung dan tanpa batas dengan publik,” ujarnya.
Dia menilai, upaya pencapaian reformasi birokrasi di Indonesia harus dilakukan dengan cara paksa. Untuk saat ini, konsep e-governance yang telah dicanangkan pemerintah sekarang termasuk sebagai bentuk pemaksaan dalam melakukan reformasi birokrasi. Konsep e-governance tersebut, memiliki tujuan untuk menciptakan good governance yang arahnya menuju dynamic governance. Sehingga dibutuhkan seorang pemimpin pemerintah yang revolusiner dan berpandangan jauh. Karena dibutuhkan seorang pemimpin yang tak lazim untuk melakukan perubahan besar-besaran.
“Untuk mencapai reformasi birokrasi tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga oleh akademisi dan masyarakat dalam pemerintahan itu sendiri. Maksudnya, akademisi harus dipaksa agar dapat menghasilkan kader-kader pemimipin yang baik nantinya. Sehingga untuk perubahan memerlukan pemimpin yang kuat dan visioner. Contohnya, e-budgeting dan e-catalog merupakan pemaksaan untuk tidak terjadi penyelewengan oleh sekelompok orang. Ketika dana APBD itu berkurang, maka pembangunan daerah bakal terhambat,” tegasnya
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Propinsi DKI Jakarta Dian Ekowati menyatakan, saat ini Jakarta menuju kota smart city. Untuk mempercepat kebijakan smart city, berbagai teknologi informasi sudah diterapkan dan diadopsi hampir disemua lini layanan publik. Maka tak heran, Jakarta tercatat sebagai provinsi dengan nilai e-governance tertinggi pada 2015 dan mampu mempertahankan posisinya dua tahun berturut-turut.
“Dengan hasil itu, Jakarta dinilai sudah baik dalam menjalankan pemerintahan dan menentukan kebijakan berbasis teknologi informasi. Hal ini memudahkan para warga masyarakat, khususnya Jakarta untuk mengakses segala informasi mengenai pemerintahan ataupun mendapatkan pelayanan dengan lebih cepat. Dengan pelaksanaan program tersebut, diharapkan setiap instansi pemerintahan dapat lebih transparan. Selain itu juga bisa mendukung pengelolaan pemerintahan yang lebih efisien dengan meningkatkan komunikasi antara pemerintah, masyarakat maupun sektor usaha dan industri,” jelasnya.
Dipaparkan, DKI Jakarta sendiri, memiliki aplikasi e-goverment yang menjadi andalan bagi Pemerintah Provinsi untuk menampung aspirasi masyarakat. Diantaranya e-Procurement, e-Budgeting, e-Musrenbang, Qlue, Jakarta Smart City dan e-Kinerja.
Salah satu yang paling terkenal adalah Qlue. Program komunikasi itu sudah tidak asing lagi bagi warga Ibu Kota yang aktif mengaksesnya untuk melaporkan keluhan mengenai lalu lintas, infrastruktur serta permasalahan lain di Jakarta. Aplikasi Qlue terhubung langsung dengan Jakarta Smart City (JSC) yang berperan menyampaikan aduan itu kepada Pemprov.
“Qlue telah menjadi e-governance yang bekerja dengan baik melayani publik. Sehingga masyarakat bisa melaporkan kejadian yang ada di sekitarnya. Terintegrasi dengan JSC, dan pemerintah bisa menjawab bahkan mengatasi permasalahan yang dilaporkann. Aplikasi ini dapat menjadi contoh bagi provinsi, kota atau bahkan kabupaten lain di Indonesia. Dengan begitu, masyarakat bisa menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah, dan pemerintah pun dapat mengetahui hal-hal yang menjadi keresahan warganya,” pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved