Perusahaan ritel yang memiliki beberapa merek toko, PT Hero Supermarket Tbk, menutup 74 gerai karena lesunya ekonomi. Alasan lain yang dikemukakan manajemen dari penutupan gerai tersebut adalah untuk menekan beban operasi.
Keputusan untuk menutup gerai dilakukan sejak awal tahun 2015 ini. Langkah ini Merupakan hal yang lumrah karena adanya perubahan perjanjian dan harga sewa, perubahan prospek wilayah toko, dan penyesuaian profitabilitas.
“Jadi tujuannya meningkatkan profitabilitas. Penutupan gerai lanjutan mungkin saja terjadi namun harus melalui kajian lebih lanjut,” kata Direktur Keuangan Hero, Xavier Thiry di Jakarta, Jumat (18/09).
Xavier merinci 74 gerai yang ditutup tersebut terdiri dari 39 gerai Starmart, 22 outlet Guardian, 10 gerai Hero, dan 3 gerai Giant. Hero akan terus memaksimalkan efisiensi guna menekan biaya operasional.
Selain melakukan serangkaian program efisiensi, Presiden Direktur Hero Supermarket Stephane Deutsch mengatakan, manajemen juga akan fokus menggarap bisnis makanan dan minuman serta kesehatan dan kecantikan pada sisa tahun ini.
“Beberapa inisiatif juga sedang dilaksanakan untuk mengurangi dampak kenaikan biaya. Kami tetap optimistis untuk paruh kedua 2015,” kata Stephane.
Stephane mengatakan, pihaknya masih mempertimbangkan untuk membuka gerai furnitur rumah tangga Ikea setelah perseroan sukses membangun toko perdana di Ikea, Alam Sutera. Saat ini masih mengkaji lahan yang bakal disulap menjadi Ikea.
“Kami masih mempertimbangkan membangun satu gerai Ikea lagi akhir tahun ini. Kita lihat situasi nanti,” ujar Stephane.
Melonjaknya beban usaha dan munculnya kerugian penjualan aset membuat Hero Supermarket harus menelan rugi sebesar Rp31,59 miliar sepanjang paruh pertama 2015, berbalik dari laba pada periode sama tahun lalu senilai Rp94,75 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan Hero, sebenarnya pendapatan perseroan kali ini naik 15 persen menjadi Rp7,48 triliun dari Rp6,5 triliun pada paruh pertama tahun lalu. Namun, beban pokok juga ikut naik menjadi Rp5,8 triliun, dari Rp4,96 triliun.
Dalam hal ini, laba kotor Hero pada paruh pertama masih naik menjadi Rp1,67 triliun dari laba kotor pada periode yang sama di tahun sebelumnya senilai Rp1,54 triliun.
Sayangnya, beban usaha Hero ikut melonjak 13 persen, menjadi Rp1,79 triliun. Dalam pos beban usaha, tercatat beban gaji dan tunjangan meningkat jadi Rp576,10 miliar dari Rp502,38 miliar. Selain itu beban penyusutan dan amortisasi juga melonjak menjadi Rp219,86 miliar dari Rp180 miliar.
Lebih lanjut, beban usaha yang paling terlihat menonjol adalah biaya iklan dan promosi yang naik 67,11 persen menjadi Rp112,65 miliar, dari Rp67,41 miliar. Hal itu ditambah munculnya beban biaya waralaba sebesar Rp14,67 miliar, padahal pada semester I 2014 hal itu tidak ada.
Namun, yang membuat Hero semakin tidak bisa mendulang laba pada semester I tahun ini adalah karena munculnya kerugian dari penjualan aset tetap dan aset tidak lancar yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual sebesar Rp17,93 miliar. Padahal pada semester I 2014, pos tersebut mencatatkan laba Rp23,23 miliar.
© Copyright 2024, All Rights Reserved