Pemerintah Indonesia mengajukan protes kepada pemerintah Arab Saudi lantaran tidak ada pemberitahuan waktu pelaksanaan eksekusi mati terhadap Siti Zaenab binti Duhri, WNI asal Madura yang dijatuhi hukuman pancung pada Selasa (14/o4), pukul 10.00 waktu setempat.
"Hukum setempat di Saudi memang tidak mewajibkan otoritas setempat untuk menotifikasi perwakilan negara asal terhukum mati perihal tempat dan waktu hukuman mati," terang Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal.
Meskipun begitu, lanjut Iqbal, Indonesia tetap ingin diberitahu terlebih dahulu mengenai pelaksanaan eksekusi mati warga negaranya. Atas dasar itu, Indonesia melayangkan protes keras tersebut kepada pemerintah Arab Saudi. "Karena itu yang kita minta adalah notifikasi sebagaimana kelaziman dalam dunia diplomasi. Kita tetap meminta Saudi untuk menotifikasi," tegas Iqbal.
Dikatakan Iqbal, Indonesia tidak bisa menjamin tidak ada lagi kasus serupa di Arab Saudi sebab hal tersebut memang kedaulatan hukum setempat. Oleh sebab itu, Indonesia harus menghormati.
"Namun pemerintah telah dan akan terus melakukan yang terbaik untuk mengupayakan pembebasan. Masalahnya ada batas yang tidak dapat diterobos dalam memberikan pembelaan, yaitu hukum setempat. Khususnya dalam kasus hukuman mati qishas dimana menurut hukum Islam pemaafannya hanya dapat diberikan oleh ahli waris dan bahkan raja sekalipun tidak dapat mengintervensi keputusan ahli waris," jelas Iqbal.
Siti Zaenab merupakan seorang buruh migran Indonesia di Arab Saudi yang dipidana atas kasus pembunuhan terhadap istri pengguna jasanya bernama Nourah binti Abdullah Duhem Al Maruba pada tahun 1999. Siti Zainab kemudian ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999.
Setelah melalui rangkaian proses hukum, pada 8 Januari 2001, Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati qishash kepada Siti Zaenab. Dengan jatuhnya keputusan qishas tersebut maka pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban. Namun pelaksanaan hukuman mati tersebut ditunda untuk menunggu Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, putra bungsu korban, mencapai usia akil baligh.
Kemudian pada tahun 2013, setelah dinyatakan akil baligh, Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi telah menyampaikan kepada pengadilan perihal penolakannya untuk memberikan pemaafan kepada Siti Zaenab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada tahun 2013.
© Copyright 2024, All Rights Reserved