Pemerintah dan DPR diminta segera menerbitkan undang-undang properempuan pada 2011. Program legislasi nasional DPR 2011 mengagendakan sejumlah rancangan undang-undang yang akan jadi payung hukum bagi kesetaraan gender dan perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan.
Ketua Umum Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Ida Fauziah mengungkapkan hal itu dalam diskusi "Catatan Awal Tahun PP Fatayat NU: Harapan Baru Perempuan Indonesia Tahun 2011" di Jakarta, Rabu (12/01).
Selain Ida Fauziah, tampil sebagai pembicara pada diskusi tersebut, Wakil Ketua Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan Masruhah, Direktur Eksekutif Institute for Global Justice Indah Sukmaningsih, Koordinator Aliansi Masyarakat Sipil untuk Revisi Undang-Undang Politik (Ansipol) Yuda Irlang, dan Wakil Ketua PP LP Maarif Sri Mulyati.
Menurut Ida Fauziah, harapan Fatayat NU sejalan dengan kebijakan politik pemerintah dan DPR yang akan menghasilkan undang-undang pro-perempuan. Anggota Fraksi PKB DPR itu menyebutkan, dalam Prolegnas 2011, terdapat sejumlah RUU yang akan menjadi payung hukum bagi kesetaraan gender dan perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan.
Di antaranya, RUU Revisi UU NO 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri serta RUU tentang Perlindungan Pembantu Rumah Tangga.
Menurut Ida Fauziah, agar RUU tersebut dapat menjamin keadilan dan memberikan perlindungan bagi perempuan, proses pembahasannya di DPR harus terus dikawal. Pengawalan terhadap pembahasan RUU ini penting. Karena masa depan politik perempuan ditentukan dari desain yang salah satunya ditentukan pada pembahasan RUU di DPR..
Ida yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi DPR menegaskan, pengawasan terhadap pembahasan RUU ini penting. Selama ini kaum perempuan Indonesia, yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, sudah memberikan kontribusi tidak kecil.
Sebagai PRT di dalam negeri maupun di luar negeri, pekerja migran Indonesia itu, sudah memberikan kontribusi besar terhadap ekonomi negara, maupun jutaan keluarga majikan di berbagai negara tujuan.
Dari kaum perempuan Indonesia itu, Negara sudah memperoleh keuntungan besar dalam bentuk devisa dan remitan atas penempatan PRT Indonesia di luar negeri. Tetapi, , pengakuan dan perlindungan hukum terhadap PRT masih minim dan perlu diperbaiki.
Banyaknya kaum perempuan Indonesia yang ingin bekerja sebagai pembantu rumah tangga di luar negeri, karena terbatasnya lapangan kerja yang layak di dalam negeri. Padahal, bekerja sebagai pembantu rumah tangga di luar negeri, perlindungan hukumnya masih cukup memprihatinkan.
Untuk itu, selain mengajak kaum perempuan untuk mengawal pembahasan RUU di DPR, Fatayat NU juga akan berusaha melakukan penciptaan kewirausahaan perempuan. Hal itu dilakukan dengan memberikan pelatihan keterampilan sehingga bisa mandiri, untuk kemajuan perempuan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved