Di Bukit Dago Pakar, Bandung, Jawa Barat, pada masa dahulu Belanda dan Jepang sempat membangun gua-gua yang selama ini oleh kedua negara itu diklaim sebagai lorong pertahanan dan penyelamatan, penimbunan logistik, pembangkit listrik tenaga air. Beberapa sumber menyebutkan goa Jepang dibangun tahun 1942. Sementara goa Belanda dibangun tahun 1941, meski beberapa sumber yang lain menyebut Belanda membangun goa itu tahun 1918.
Mengutip periset Eka Hindra (Peneliti Independen Jugun Ianfu Indonesia), goa peninggalan Jepang di Perbukitan Dago Pakar itu dibangun saat balatentara Jepang melakukan invansi ke Bandung tahun 1942-1945. Lokasi ini sangat strategis untuk pembangunan benteng pertahanan karena berada di dataran paling tinggi di atas kota Bandung. Saat itu Jepang baru saja merebut Hindia Belanda (Indonesia) dari tangan Belanda yang menyerah tanpa syarat, setelah kalah dalam pertempuran hebat selama 8 hari dengan Kaigun Jepang di perairan Laut Jawa 8 Maret 1942.
Goa Jepang berada di dalam rimbunnya hutan rakyat yang diresmikan pertama kali pada 23 Agustus 1965 oleh Gubernur Jawa Barat Brigjen (Purn) Mashudi dengan nama Taman Wisata. Goa tersebut emudian berganti nama menjadi Taman Hutan Ir.H. Djuanda setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 14 Januari 1985. Taman hutan ini dibuka untuk umum sebagai lokasi wisata.
Lokasi Goa Jepang dapat ditempuh dengan berjalan kaki, letaknya sekitar 300 meter dari pintu gerbang utama. Goa Belanda dibangun pada tahun 1918, tentu jauh lebih tua dibandingkan dengan Goa Jepang. Uniknya di dalam goa terdapat rel kereta. Bukan rel kereta api komersial, melainkan rel itu lebih mirip rel kereta barang yang kecil. Mungkin kalau dibayangkan mirip seperti yang biasa digunakan di area goa-goa pertambangan.
Sejauh yang kita pahami selama ini, goa ini dulunya hanya digunakan sebagai markas militer, gudang senjata, serta tempat pembangkit listrik tenaga air.
Akan tetapi, penelitian dari Tim Katastropik Purba yang dilanjutkan oleh Tim Terpadu Riset Mandiri menemukan indikasi bahwa Goa Jepang di Bukit Dago Pakar itu lebih dari apa yang kita pahami saat ini.
Tim Katastropik Purba melakukan riset di lokasi ini mengingat letaknya yang berdekatan dengan patahan Lembang yang membentang dari Maribaya sampai Cisarua. Sehari sebelum Hari Raya Idul Fitri tahun lalu, terjadi gempa 3 Skala Richter (SR) yang menyebabkan puluhan rumah rusak di atas patahan lembang di Cisarua. Inilah yang membuat Tim Katastropoik Purba melakukan riset mendadak. Tim memperoleh bukti kuat bahwa sesar ini aktif.
Dr Irwan Meilano dan GREAT ITB yang juga bergabung di Tim Katastropik Purba sudah 2 kali melakuakn ekspose riset patahan lembang sepanjang tahun 2011. Riset Dr Irwan itu menemukan, kecepatan pergerakan slip rate sesar Lembang sudah 6mm/year. Sudah makin besar dibanding data 2009-2010, yang hanya 1.5mm/year.
Diketahui, sesar adalah kenampakan morfologis yang khas akibat proses tektonik. Sebuah sesar dikatakan aktif bila mengalami deformasi dalam 10.000 tahun terakhir. Berdasarkan penelitian, pada 2.000 tahun yang lalu pernah terjadi gempa di sekitar sesar Lembang dengan magnitud 6,8 SR. Pada 500 tahun yang lalu, juga pernah terjadi gempa dengan magnitude 6,6 SR.
Dalam penelitian tersebut, Tim Katastropik Purba telah melakukan kalibrasi geolistrik terhadap Bukit Dago Pakar. Tim berhasil mengidentifikasi terowongan atau goa tersebut. Dari hasil geolistrik awal, gua-gua ini terlihat sebagai tubuh dengan nilai resistivitas sangat tinggi (30.000 - 50.000 Ohm.m). Dari kalibrasi ini juga ditemukan fakta bahwa yang ada di Bukit Dago Pakar ini bukan hanya 1 buah goa seperti yang dipahami masyarakat selama ini. Kenyataannya, ada 2 terowongan lain yang ditemukan.
Apakah goa-goa itu menyimpan fungsi lain? Seperti juga Gunung Padang, Gunung Sadahurip, kawasan Trowulan, Kawasan Batu Jaya, Bukit Dago pakar masih memerlukan riset lanjutan. Apakah pembangunan ini sebagai upaya mitigasi dari gempa, mengingat fakta goa-goa itu masih berdiri tegar meski sekarang berada dalam hutan kawasan dan tempat pariwisata. Goa itu juga dekat dengan patahan aktif yang pada 2000 dan 500 tahun lalu pernah menyebabkan gempa besar.
Pemerintah Jepang sendiri belum pernah memberikan penjelasan resmi kegunaan sebenarnya dari Goa tersebut. Di wilayah Indonesia ini, dari sabang sampai Marauke ada ratusan Goa Jepang, sebuah angka yang fantastis mengingat Jepang hanya berkuasa selama 3,5 tahun dan mampu membangun itu.
Mungkin nanti pada saatnya justru kita minta pihak Jepang unrtuk bercerita, siapa tahu ada catatannya. Atau, jangan-jangan Bukan Jepang, dan bukan Belanda yang membangun goa itu. Mereka hanya menemukan dan mengeskavasi saja. Semua itu masih harus dibuktikan, karena mambangun ini pasti ada motif.
Jepang boleh berkata apa saja, yang jelas hasil pemindaian Tim Katastropik Purba menunjukkan masih ada minimal satu kemungkinan goa lainnya, yang nantinya akan coba dibuktikan. Memang, Jepang pernah mengembalikan pampasan perang kepada pemerintah Indonesia. namun sebagai bangsa kita tidak mempersoalkan jumlahnya, namun kisah penemuannya.
Wisnu Agung Prasetya, Ass Staf khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana
© Copyright 2024, All Rights Reserved