Jika mau jujur, ada hal yang memang hampir terlupakan. Alhamdulillah, Kiki Syahnakri bersama rekan-rekannya, mengingatkan hal tersebut. Topik tentang Jati Diri Bangsa diusulkan menjadi materi debat calon presiden RI 2009-2014.
Ingat Kiki, jadi teringat Milton J. Esman. Dalam tajuk The Politics of Development Administration, Nation Building diartikan sebagai sebuah bentuk usaha sistematis dan terpadu untuk pembangunan masyarakat politik.
Karena itu, perlu dilakukan pembinaan terhadap lembaga-lembaga politik dan kewarganegaraan. Tesis ini kemudian dikembangkan oleh Lucian W. Pye lewat Aspect of Political Development, sebagai sebuah bentuk pembangunan politik yang diarahkan pada aspek sociocultural development.
Dua pandangan diatas, dalam konteks Indonesia, selama ini diterjemahkan dalam bentuk pembangunan nasional. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, pembinaan bangsa lebih merupakan proses integrasi suku, agama, kelompok sosial, dan daerah untuk menjadi masyarakat politik secara nasional.
Guna mengimplementasikan politik nasional, maka individu-individu dalam kelompok-kelompok sosial membagi kesetiaannya ke dalam simbol, kelembagaan, dan kelompok yang lebih besar, yakni nasionalitas. Dengan demikian, konsep nasionalisme menjadi sangat penting.
Tetapi, yang namanya pembangunan, kerap dianggap hanya sebagai wujud nasionalisme yang meluas dan tak teratur dalam semangat kewarganegaraan. Bila demikian, pembangunan politik nasional merupakan bentuk pembinaan bangsa atau sebaliknya, pembinaan bangsa merupakan bagian dari pembangunan politik.
Dinamika dan proses berpikir modern (demokrasi), memang diperlukan. Namun tentunya perlu direnungkan lebih jauh, sehingga tidak mengorbankan jatidiri dan integrasi bangsa. Sebab, banyak warga negara yang pintar dan cakap, bahkan mampu berpikir hingga menembus aras ketujuh, tetapi daya pikir dan jalan pikirannya belum mampu memahami arti jatidiri bangsa.
Karenanya, Esman mengingatkan, dalam hubungan pembinaan sistem kelembagaan, terdapat tiga elemen penting. Pertama, adanya elit penguasa yang mendorong dan mengarahkan modernisasi. Kedua, adanya doktrin yang mendasari norma-norma, prioritas, peralatan, dan strategi elite penguasa. Ketiga, adanya seperangkat peralatan yang menjamin komunikasi dua arah dan mampu menerjemahkan komitmen-komitmen politik ke dalam suatu program operasional.
Dalam konteks pemerintahan kedepan (2009-2014) yang mengusung beban dan persoalan bangsa yang bertumpuk-tumpuk, diperlukan pembangunan politik sebagai suatu proses pembinaan bangsa. Bukan saja ditujukan untuk melakukan perubahan institusional dalam sistem pemerintahan dan politik, melainkan juga perubahan dalam sistem kelembagaan sosial dan ekonomi bangsa.
Untuk itu, dalam rangka nation building, pemerintah bukan hanya harus melakukan pembinaan teknokrasi, sikap dan cara berpikir, entrepreneurship, administrasi, invensi serta inovasi teknologi. Namun, lebih jauh dari itu.
Dengan kata lain, untuk mengukur kestabilan politik yang dinamis, salah satunya harus tercermin dengan adanya pemerintahan yang kuat, luasnya penyertaan aktif masyarakat, serta hasil yang dicapai pemerintah atas dukungan dan partisipasi masyarakat.
Jadi, segala komitmen dan agenda Presiden mendatang, baik di bidang politik, ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya adalah untuk meletakkan pondasi agar bangsa ini kembali bangga dan sadar akan jatidirinya. **
© Copyright 2024, All Rights Reserved