Lulus dari jurusan Ekonomi Keio University, Jepang, Higashi Yasuaki memulai karirnya di {Suzuki Motor Corporation (SMC)} divisi sepeda motor di Yokohama. SMC melihat naluri bisnis yang kuat dan inovatif pada diri Higashi muda. Maka, tak berapa lama bekerja di Yokohama, ia dipromosikan menjadi supervisor pemasaran di Indonesia pada 1970-an. Ketika itu usianya 32 tahun. Bersama Soebronto Laras, ia mendampingi pembalap tim suzuki memenangkan road race dalam dan luar negeri. Dalam kurun itu, tak ada pembalap luar yang mampu menandingi tim Indonesia. Sedang di dalam negeri, tim balapnya selalu menjadi juara {motocross}.
Setelah lima tahun malang melintang di Indonesia, ia ditarik kembali ke Jepang untuk waktu yang cukup lama. Baru pada 1990-an Higashi ditempatkan di Malaysia. Di sana ia tak cuma mengurusi pemasaran Suzuki, tapi juga terlibat intens dalam dunia yang dicintainya: balap. Ia pun membawa tim balap dari Malaysia dan menjadi juara di sirkuit Sentul, Bogor, Jawa Barat. Ia sempat kembali menduduki posisi lamanya di Jepang, sebelum akhirnya pensiun pada usianya yang ke-60.
Namun akhir Agustus 2001, suami dari satu istri dan ayah dua anak ini direkrut Soebronto Laras, Presdir PT National Motors Company, untuk menangani pemasaran mobil Mazda di Indonesia. Bahkan ia dipercaya menjadi asisten langsung Soebronto. “Higashi-san makin berumur tambah matang,” puji Soebronto, tentang pegawai barunya yang juga kawan lamanya tersebut.
Kini, pria kelahiran Kumamoto, Kymshun, Jepang, 64 tahun silam itu giat menyusun strategi untuk mendongkrak penjualan Mazda di Indonesia, sambil terus mengasah insting bisnisnya. Maklum, boleh dibilang ini adalah dunia yang relatif baru. Sebab hampir dari separo hidupnya diabdikan untuk sepeda motor, dan kini pekerjaannya berkaitan dengan mobil. Ini tentu sedikit berbeda. “Saya terus belajar,” cetus Higashi. Menurutnya, Indonesia adalah pasar yang sangat bagus untuk bisnis mobil. Di sela-sela kesibukannya, di Wisma Indomobil, Cawang, Jakarta, sebagai {CEO Marketing} Mazda dan Asisten Presdir PT {National Motors Company}, Higashi menerima {Pilarbisnis} untuk sebuah wawancara. Petikannya:
{Bagaimana ceritanya sampai Anda menjadi Asisten Presdir?}
Mungkin karena saya pernah bersama Soebronto Laras menangani pemasaran dan penjualan sepeda motor Suzuki pada awal kebangkitan industri kendaraan bermotor Indonesia, dekade 1970-an. Ketika itu saya ditugaskan oleh manajemen SMC Jepang menjadi supervisor pemasaran di sini. Kami bekerja bahu membahu mencari dan membuka peluang untuk meningkatkan image dan penjualan produk. Ternyata upaya tersebut membuahkan hasil menggembirakan, terlebih setelah Abauw dan Bambang Soedarsono selalu menjuarai balap di Malaysia pada 1977. Begitu pula pembalap kami lainnya menjuarai Grand Prix di Sirkuit Ancol. Juga sukses Bandung Sunggoro, Eddy Prasetyo dan Sulistyo Wibowo, menjadikan Suzuki sebagai kendaraan andalan memenangkan kejuaraan motocross di seluruh pelosok Indonesia sampai tahun 1980-an. Mungkin itu dasarnya, selebihnya Anda bisa tanya Soebronto.
{Anda lebih berpengalaman dalam memasarkan kendaraan roda dua, namun sekarang memasarkan mobil Mazda. Ada kendala?}
Sudah tentu ada. Apalagi saat ini daya beli masyarakat belum meningkat secara signifikan. Daya beli yang lemah itu menjadi tantangan bagi pemasar di seluruh dunia. Mereka harus mampu mengubah perilaku konsumen dari tidak mau menjadi berminat, dari tidak kenal menjadi tahu, sehingga akhirnya menjadi pembeli potensial. Kami kerahkan semua kemampuan. Berbuat meski sedikit keliru itu lebih baik daripada tidak berusaha sama sekali.
{Hanya itu?}
Masih ada lagi. Begini, sudah menjadi rahasia umum bahwa mobil Mazda hasil perpaduan teknologi Jepang, Jerman dan AS. Faktor tersebut memperkaya tekad saya menerima pekerjaan memasarkannya. Mobil ini memiliki kekuatan tiga negara maju dalam dunia otomotif sekaligus. Akan tetapi saya belum setahun di sini, jadi belum bisa bilang ini itu. Bersama teman-teman yang sudah ada, kami berusaha dengan mengarahkan segala kemampuan mengikutkan mobil ini dalam persaingan pasar bebas secara sehat. Untuk mewujudkan hal itu, sangat banyak yang harus dikerjakan.
{Bisa disebutkan?}
Antara lain melakukan inovasi strategi pemasaran. Ini penting karena kami bersaing dengan begitu banyak merek mobil lain. Kami butuh taktik khusus. Selain itu pemborosan biaya harus dihilangkan, yang sudah bagus ditingkatkan, sehingga hasilnya dapat lebih baik. Dalam kondisi seperti sekarang, kuncinya mengerjakan segala sesuatu dengan lebih efektif dan efisien.
{Banyak mobil lain dijual di sini. Mana yang merupakan saingan terberat?}
Secara makro, semua tipe adalah saingan. Secara mikro, sudah barang tentu yang satu kelas. Tetapi, namanya juga dagang, ya kami jalankan saja dengan kiat yang jitu.
{Maksudnya?}
{Sorry}, itu rahasia. Masing-masing pelaku bisnis pasti punya kiat yang menurutnya hebat, tetapi bagi yang lain mungkin malah jadi petaka.
{Anda mencermati soal pelumas. Apa komentar Anda terhadap banyaknya merek pelumas yang dijual di sini?}
Wah saya susah menjawab pertanyaan Anda. Sebagai komoditi dagangan, banyak orang menjadikan pelumas sebagai bisnis tersendiri. Berkaitan dengan mobil kami, cukup jelas. Dalam buku petunjuk perawatan diterakan merek pelumas yang direkomendasikan pabrik. Rekomendasi itu kami informasikan dan sosialisasikan kepada konsumen. Bila ternyata konsumen memilih merek lain, itu bukan urusan penjual mobil.
{Soal pelumas palsu?}
Sebaiknya konsumen mengikuti petunjuk perawatan kendaraan. Soal pelumas palsu, no comment.
{Bagaimana pengalaman Anda terhadap konsumen Indonesia?}
Indonesia adalah pasar yang sangat besar dan strategis untuk bisnis kendaraan bermotor, khususnya roda dua. Di kota besar, sepeda motor adalah alat transportasi paling banyak dipakai. Juga di pedesaan yang cuma punya jalan setapak, sepeda motor merupakan alternatif kendaraan nomor satu. Bisa dikatakan, menjual sepeda motor di sini prospeknya sangat bagus.
Ke depan, pemasaran mobil berpeluang meningkat. Di Indonesia, saya mempelajari banyak hal. Selain strategi bisnis yang umum, perlu pula strategi yang sifatnya {human interest}. Orang Indonesia adalah {funny customer}, punya {funny attitude}, seperti halnya orang Jepang. Mereka suka gonta-ganti model. Umumnya, konsumen Indonesia tidak fanatik dengan merek tertentu. Di sini banyak tipe mobil mewah, harganya sangat mahal, tapi pembelinya ada saja. Di Jepang juga ada yang suka beli mobil impor, terutama yang setir kiri. Tujuannya selain untuk fun, juga menjadi jati diri pengendaranya dengan mengemudi mobil asal luar negeri. Makanya saya senang ketika Agustus lalu Soebronto menawari kerja di sini. Orang Indonesia sangat menyenangkan.
{Apa yang sudah Anda lakukan dalam kurun waktu itu?}
Selain membolak-balik dokumen pemasaran dari pendahulu saya, secara pasti kami bersama melakukan terobosan-terobosan baru. Apa itu? Ini yang tidak mungkin saya katakan. Namun intinya terus melakukan pendekatan kepada individu konsumen potensial, dan melobi instansi-instansi yang punya potensi membeli mobil.
{Hasilnya?}
Ada, meski belum signifikan. Masih perlu kerja keras.
{Dibandingkan 28 tahun lalu, bagaimana dukungan SDM yang Anda bawahi sekarang?}
Pada dasarnya sama. Bedanya, dulu menjual sepeda motor, sekarang mobil. Menjual mobil ini perlu pendekatan spesifik. Saya merasakan SDM kami sangat kooperatif. Begitu pula personel lainnya. Tanpa dukungan teman-teman, tak ada artinya saya di sini. Jumlah SDM kami sedikit, sama seperti ketika kami memasarkan sepeda motor 28 tahun silam.
{Bagaimana pembagian tugasnya?}
Semua {all out}. Bila yang satu berhalangan, yang lain harus bisa menggantikan. Jangan sampai ada pekerjaan yang tak tertangani, karena rentetannya akan sangat panjang. Kami bisa kehilangan peluang. Sejauh ini kami rasa semua personel bekerja baik.
{Mobil dagangan Anda tampaknya hilang muncul di pasar.
Apakah ini karena volume penjualannya masih sedikit?}
Anda yang bilang begitu. Saya katakan, tidak. Bukan itu penyebab yang dominan. Ini terkait pada daya beli masyarakat yang memang belum meningkat, dan juga karena banyaknya merek pilihan. Lagipula persaingan baru dimulai dan akan terus berlangsung, sehingga pada gilirannya yang terbaik akan tampil jadi penguasa pasar.
{Anda pernah menangani pemasaran di Malaysia. Apa bedanya dengan Indonesia?}
Agak sulit saya menjawabnya, sebab setiap negara memiliki karakteristik dan attitude yang khas. Namun Indonesia dan Malaysia memiliki banyak kemiripan, terutama dari faktor budaya. Selain itu, dua negara ini sama-sama sedang bangkit dari krisis. Kalau ditanya prospeknya, saya katakan, baik. Hanya pasar Indonesia lebih terbuka, karena di sini belum ada produk otomotif nasional sebagai kompetitor. Kebijakan pemerintahnya juga lebih terbuka. Ini berbeda dengan Malaysia yang telah memiliki perusahaan mobil nasional, Proton dan kebijakan PM Mahathir Mohammad yang agak ketat.
{Bukankah pemulihan ekonomi di Indonesia lebih lambat dibanding Malaysia. Apakah ini berpengaruh terhadap bisnis otomotif?}
Anda kira begitu? Saya kira tidak. Indonesia memang unik, tidak sama dengan negara-negara lain yang bila mengalami krisis akan berakibat langsung terhadap konsumsi masyarakat. Anda lihat, Indonesia krisis, tapi bisnis mobil dan sepeda motor jalan terus. Sebagai pebisnis, saya tak melihat ada pengaruh besar terhadap penjualan sepeda motor maupun mobil. Permintaannya tetap besar, bahkan anehnya ada kecenderungan meningkat. Memang pada awal krisis permintaan sempat menurun, terutama ketika nilai rupiah jatuh ke level Rp11.000-an per dolar AS. Harga mobil terasa sangat mahal. Akan tetapi itu hanya sebentar. Sekarang kondisinya sudah cukup baik.
{Apakah kondisi sosial politik di Indonesia, seperti suksesi kepemimpinan maupun banyaknya kerusuhan, tidak mempengaruhi?}
Secara langsung pengaruh itu tidak terlalu terasa. Anda lihat sendiri, penjualan mobil dan sepeda motor tetap agresif. Saya tetap menganggap Indonesia sebagai pasar yang bagus.
{Anda menganggap pasar Indonesia lebih besar dibanding negara lain di ASEAN?}
Jelas. Pertama, jumlah penduduk Indonesia lebih banyak. Dengan lebih dari 200 juta penduduk, Indonesia adalah pasar yang luar biasa. Kedua, kebijakan pemerintah juga sangat kondusif, sehingga produsen otomotif luar negeri leluasa masuk ke sini. Agustus lalu, ketika kembali ke Indonesia, saya terkejut sekali melihat begitu banyak merek sepeda motor dan mobil, baik yang berasal dari Jepang maupun dari Eropa. Saya kira ini luar biasa.
{Jadi dengan banyaknya merek lain, apa strategi Anda?}
Wah, itu tidak bisa saya katakan ha ha ha… Namun pasti kami memahami karakteristik orang Indonesia yang funny, dinamis, menyukai mobil yang modis dan senang berganti-ganti model. Kami sangat mempertimbangkan faktor itu. Kami terus bergerak mengikuti dinamika konsumen. Ini memang bukan pekerjaan ringan.
{Termasuk menjual mobil yang kapasitas muatnya banyak?}
Bisa jadi. Mobil bermuatan banyak memang sedang tren di sini, siapapun pasti menyediakan dan menjual jenis itu. Berhubung yang kami jual di sini adalah mobil built-up, ya, kami ikut memasarkan tipe sama dengan yang masuk pasar internasional. Mobil kami melekat dengan teknologi mutakhir, bermutu tingkat dunia dan dapat dipertanggungjawabkan.
{Bagaimana komentar Anda terhadap kemacetan di Jakarta?}
Oh no…(terdiam sebentar). Begini, Jakarta memang macet. Namun kemacetan tak hanya terjadi di Jakarta, tapi juga problem hampir seluruh kota besar di dunia. Di Tokyo, New York, Sydney… Tokyo, misalnya, tiada hari tanpa kemacetan. Oleh karena itu di sana pengguna jasa lalu lintas harus mengatur waktunya sedemikian cermat. Kalau tidak, bisa jadi ia tak sampai tujuan dalam satu hari. Makanya masyarakat Jepang lebih suka bepergian dengan kereta api, baik dalam kota maupun antarkota. Terlebih jika menempuh perjalanan jauh, misalnya dari Tokyo ke Hamamatsu sampai ke Hiroshima dan sebaliknya. Di sana transportasi umum kualitasnya sangat baik, bersih, terawat dan nyaman. Dengan jenis yang berbeda-beda, baik menurut kelasnya maupun kecepatannya, masyarakat Jepang bisa memilih kereta api sesuai kebutuhannya. Itulah cara Jepang mengurangi kemacetan lalu lintas. Sebagai salah satu kota terpadat di dunia, transportasi di Tokyo merupakan masalah yang sangat rumit.
{Untuk mengurangi kemacetan, apa saran Anda ke Pemda DKI Jakarta?}
Sedikit saran, pemerintah sebaiknya memberi perhatian lebih kepada masalah ini. Bentuknya seperti apa, saya tidak tahu persis karena penyebabnya sangat kompleks. Saya pebisnis, bukan pengamat masalah sosial. Namun sebaiknya para pengendara mobil maupun sepeda motor mematuhi aturan lalu lintas. Saya lihat banyak pengendara yang berhenti tidak pada tempatnya, sehingga menyebabkan kemacetan. Apalagi, banyak ruas jalan yang hampir separuhnya digunakan sebagai tempat parkir. Ini sebaiknya ditertibkan. (*)
© Copyright 2024, All Rights Reserved