Investor asal Tiongkok dan Korea Selatan memutuskan tidak melanjutkan proyek smelter yang sedang digarapnya. Mereka keberatan harus membeli listrik dari PLN dengan harga di atas ketentuan. Padahal sebelumnya mereka sudah mengeluarkan dana hingga triliunan rupiah.
Proyek pembangunan smelter (pabrik pengolahan dan pemurnian) yang mangkrak tersebut berlokasi di Desa Benu, Kecamatan Takari, Kabupaten Kupang, NTT. Padahal proyek ini sudah berjalan sejak tahun 2012. Biaya pembangunannya mencapai Rp1,1 triliun.
Smelter di Kupang ini merupakan smelter logam mangan pertama yang ada di Indonesia. Namun PT Jasindo Utama, perusahaan penanaman modal asing (PMA) dari Cina dan Korea Selatan, akhirnya tidak melanjutkan proyek ini.
Alasan PT Jasindo mundur karena terbentur mahalnya harga listrik yang dibanderol PLN. “Tarif tenaga listrik yang dibebankan PLN kepada pabrik tersebut sebesar Rp 1.400/kilowatthour (kWh), jauh dari ketentuan,” kata Bupati Kupang Ayub Titu Eki, Selasa (01/04).
Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 30 Tahun 2012 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan PT PLN (Persero) untuk pelanggan industri, harga listrik semestinya hanya Rp1.112/kWh. Namun akhirnya PLN menetapkan harga Rp1.400/kWh.
Bupati Kupang Ayub Titu Eki mengaku sangat kecewa smelter mangan pertama di Indonesia ini tidak jadi terlaksana. Padahal rencananya smelter ini akan mampu menampung mangan hingga 24.000 ton/bulan.
Menurut Ayub, kehadiran smelter itu sangat penting untuk memberi nilai tambah mangan NTT yang selama ini dijual bebas kepada para tengkulak. Apalagi Indonesia saat ini sedang menuju hilirisasi tambang. Berdasarkan UU No 4 Tahun 2014 tentang mineral dan batubara (minerba) dan Peraturan Menteri ESDM No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral, pengolahan dan pemurnian adalah syarat mutlak yang harus dilakukan penambang.
© Copyright 2024, All Rights Reserved