Kepala Bareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto menegaskan netralitas Polri dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak 2017. Polisi salah satu bagian sentra penegakan hukum terpadu yang menangani kasus dugaan pelanggaran dalam Pilkada.
"Pimpinan Polri menegaskan netralitas Polri dalam politik dan jangan sekali-kali melibatkan diri dalam politik praktis," kata Ari di hadapan penyidik Polda dan Polres se-Indonesia di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (13/10).
Ari mengatakan, polisi jangan sampai terseret masuk ke area pasangan calon tertentu. Sekali mendekati batasan wilayah itu, maka hilang netralitas polisi. Soal netralitas Polri dalam Pilkada diatur dalam Pasal 28 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
"Polri bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis," kata Ari mengingatkan.
Dalam pasal itu, dinyatakan bahwa anggota Polri tidak menggunakan hak pilih dan dipilih. Selain itu, jika ingin menduduki jabatan di luar kepolisian, termasuk dalam politik, maka harus mengundurkan diri atau sudah pensiun. "Kalau mau maju (mencalonkan diri) harus mundur," kata Ari.
Netralitas Polri juga diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang kode etik profesi Polri. Bahkan, dalam salah satu pasal diatur mengenai sanksi bagi anggota Polri yang melanggar kode etik profesi itu. Pertama, sanksinya berupa teguran. Jika masih melanggar, maka dikenakan hukuman disiplin.
"Hukuman disiplin lebih dari tiga kali dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota Polri," kata Ari.
Selain itu ada pula Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/7/VI/2014 tanggal 3 Juni 2014 yang menjelaskan soal larangan polisi berpolitik.
“Dalam pemilihan umum dan pilkada. Sejumlah aturan itu, menunjukkan ketegasan Polri bahwa anggotanya harus netral dan tak boleh terlibat dalam politik praktis,” kata Ari.
© Copyright 2024, All Rights Reserved