Walaupun ditodong pistol, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak akan melakukan sesuatu yang menyengsarakan rakyat atau menjerumuskan negara ke jalan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 atau aturan-aturan hukum dalam mengelola pemerintahan. Begitu tafsir yang bisa dipetik dari pernyataan SBY, beberapa pekan lalu.
Untuk itu, pada detik-detik pengumuman hasil {reshuffle} kabinet terbatas kali ini, keandalan SBY menyajikan warna dalam kabinet dapat dijadikan penentu apakah kabinet hasil {reshuffle} kali ini mampu menjadi potret berwarna yang akan memperindah bumi nusantara dari anasir-anasir koruptor.
Kehati-hatian SBY dalam memilih sosok menteri, tentu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan matang guna keberhasilannya di masa mendatang. Bila tidak, komposisi itu akan menjadi penghalang dalam perjalanannya (bila masih berkehendak) untuk memimpin bangsa pada periode 2009-2014.
Mermang, hak prerogatif presiden dalam memilih dan memberhentikan menteri karena presiden adalah {chief of executive}. Disinilah kekuatan presiden untuk membentuk jajaran pemerintahan yang taat dan tegas menjalankan agenda yang ditawarkannya kepada rakyat Indonesia ketika pemilu yang lalu. Utamanya, tekad untuk menjauhkan aparatur pemerintahan dari rona-rona yang berbau korupsi.
Pengalaman telah membuktikan, hasil reshuffle sebelumnya, ternyata masih juga ada, sosok-sosok menteri dan pejabat eselon satu yang tergerus oleh tabiat korupsi. Dengan demikian, sama artinya pejabat-pejabat itu mengkhianati agenda kerja pemerintahan SBY. Sepantasnya, jangankan butiran, debu-debu korupsi pun tidak boleh menyentuh jajaran para menteri yang akan duduk dalam kabinet kali ini.
Maka akan menjadi sebuah kewajaran, bila kemudian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada {reshuffle} kali ini, membersihkan debu-debu koruptor dalam jajajarn kabinetnya. Bila anasir-anasir koruptor masih melekat di dalam kabinet, bisa jadi citra SBY akan kedodoran menghadapi pandangan rakyat Indonesia. Alasan belum ada kekuatan hukum yang tetap, merupakan sebuah pembenaran-pembenaran yang tidak bisa diterima akal sehat rakyat Indonesia. Karena, Gubernur, Bupati, Walikota yang baru sebatas dituduh, belum mempunyai kekukatan hukum yang tetap, sudah ada yang dilengserkan dari jabatannya. Kenapa menteri tidak? Jangan sekali-kali menafsirkan bahwa rakyat itu bodoh dan tidak mengerti dengan tamsil-tamsil yang demikian.
Gerakan dan pendapat pengurus partai dan Dewan Perwakilan Daerah serta tokoh-tokoh masyarakat, yang mengocok-ngocok soal kabinet, satu bulan menjelang awal Mei ini, tentu bisa disimak dan diperhatikan. Akan tetapi, kejernihan dan latar belakang pendapat tersebut, tentu pula diperhatikan.
Di republik ini, sudah begitu dipahami oleh banyak warga, bahwa begitu banyak anak negeri yang pintar, cerdas, mampu bekerja keras, dan profesional. Namun, jumlahnya akan menjadi sedikit bila syarat untuk duduk dalam kabinet ditambah dengan: memiliki integritas, moralitas dan akseptabilitas.
Soal integritas dan moralitas seorang menteri akan menjadi sangat penting artinya bagi pemerintahan SBY. Karena hampir semua persoalan bangsa, terkait virus etika dan korupsi.
Bisa dipahami, dalam menyusun komposisi kabinet kali ini, pertimbangan terhadap unsur kepentingan politik dan kepentingan publik, juga diperhitungkan. Bangsa ini tentu akan bersyukur, manakala kedua unsur itu bisa seiring sejalan.
Rakyat bisa membaca di media massa, beragam partai dengan jelas menyebutkan bahwa masalah {reshuffle} kebinet sepenuhnya merupakan hak prerogatif Presiden. Tetapi, itu bukan berarti hilangnya gerakan-gerakan terselubung yang bertujuan untuk merebut kursi-kursi di kabinet. Siapa yang berhasil?
© Copyright 2024, All Rights Reserved