Desakan untuk merombak Kabinet Gotong Royong, terutama bidang politik dan keamanan, serta ekuin, kian mengencang. Bisa jadi, hal tersebut erat kaitannya dengan masih {memble}nya kinerja yang dihasilkan tim tersebut. Padahal, bangsa ini perlu segera mendapat guyuran kesejukan setelah sekian tahun terbelit krisis multidimensi.
“Bagi-bagi kue kekuasaan dimana pun memang lumrah terjadi. Namun, jika dalam perjalanannya tim tersebut tak mampu berjalan seperti apa yang diharapkan, ya presiden jangan ragu untuk merombak timnya”, tegas sumber yang enggan disebut jati dirinya.
Sumber tadi menambahkan, sebaiknya presiden tak perlu ragu karena memiliki hak prerogatif, bila memang dianggap perlu. “Kita lihat faktanya, kinerja tim kabinet tidak berjalan seperti yang diharapkan. Dan boleh dibilang, semua penyelesaian seperti berjalan di tempat. Bahkan, tak sedikit masalah tak terselesaikan dengan baik, justru melahirkan masalah baru yang tak kalah rumitnya”, katanya.
Hal senada ditegaskan Ketua Fraksi PDIP DPR RI Roy B Janis. Menurutnya, dengan kondisi seperti sekarang ini, tak ada alasan bagi Presiden Megawati untuk menunda perombakan kabinet.
“Kalau masih mempertahankan para menteri yang loyo, maka dapat berimbas melemahkan kedudukan Presiden Megawati. Dan waktu yang tepat untuk merombak kabinet adalah minggu ini. Karena DPR juga dalam waktu dekat akan mengesahkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2003,” tandasnya.
Kegusaran tadi bukannya tanpa alasan. Karena sebelumnya, kata Roy, Presiden Megawati mengharapkan kepada para menteri atau pembantunya agar bisa mandiri. “Tetapi, sayangnya, masih tetap ada menteri yang minta petunjuk. Seharusnya, para menteri bidang Polkam dan Ekuin tak perlu lagi meminta petunjuk presiden. Seharusnya, mandiri dan bekerja dengan baik sesuai tugas dan fungsinya masing-masing”, imbuhnya lagi, seraya menggambarkan bahwa sosok menteri seperti itu terkesan kekanak-kanakan, kebingungan, dan tolol.
Meski Roy enggan menyebut nama-nama menteri yang ‘layak’ diganti, namun tak sedikit kalangan yang sudah memiliki ‘daftar nama’ tersebut. Intinya, para menteri tadi dianggap tak memiliki kemampuan untuk menjaga ‘nama baik’ pemerintah secara tim di mata masyarakat dan dunia internasional.
Di tim Ekuin, silang pendapat antar menteri bukanlah sesuatu yang baru. Sering kita lihat, baik di media cetak, elektronik, dan seminar-seminar, bahwa tim ekuin tidak kompak dalam memandang dan menangani sebuah masalah. Soal IMF misalnya, antara Menko Ekuin Dorojatun Kuntjorojakti dan Kepala Bappenas Kwik Kian Gie tak ditemukan titik temu yang menggambarkan satu suara, suara pemerintah.
Selain masyarakat, dunia internasional pun –khususnya kalangan investor, bingung dengan kondisi yang ada. Sangat jelas tergambar, tim ekonomi Kabinet Gotong Royong tak memiliki koordinasi yang elegan, efektif, dan efisien.
“Mereka boleh ribut dalam rapat kabinet mempertahankan argumennya. Namun keluar, mereka mustinya kompak dan satu suara. Nah, jika mereka saja ribut bagaimana masalah dapat diselesaikan. Yang ada, penyelesaian masalah malah menimbulkan masalah baru”, ungkap sumber tadi.
Menteri lainnya, Menteri Tenaga Kerja Jacob Nua Wea. Oleh sebagian kalangan, menteri asal PDIP itu dianggap ‘gagal’ menyelesaikan urusan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, khususnya di Malaysia yang berujung pada menegangnya hubungan antar kedua negara. Belum lagi menyangkut TKI di negara-negara lain seperti Timur Tengah dan Asia Timur, yang hingga kini tak kunjung terselesaikan.
“Saya melihat kok sepertinya tak punya konsep bagus dalam menangani masalah itu. Benang merah permasalahannya saja belum ditemukan. Saya yakin, jika masalah ini selesai begitu saja, tak tertutup kemungkinan suatu hari nanti bakal terulang”, kata sebuah sumber.
Sedangkan Menteri Pertahanan Matori Abdul Jalil dianggap sebagai sosok yang memang sejak awal terpilih sudah ‘bermasalah’ dan kontroversial. Bahkan, tak sedikit orang yang menganggap bahwa Matori memang sebenarnya tak memiliki kemampuan apa-apa untuk mengurusi soal pertahanan. {“The Wrong Man on the Wrong Place”}, ucap sumber tadi dengan enteng mengomentari keberadaan Matori di kursi Menhan.
Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno, memiliki kisah tersendiri. Kasus ‘pemecatan’ seorang kepala daerah, baik itu gubernur, bupati, atau walikota, oleh DPRD setempat merupakan cerita kelam bagi sang menteri. Pasalnya, suara daerah bertentangan dengan keputusan Mendagri sehingga menimbulkan polemik di masyarakat. Buntutnya, apapun dalihnya, nama baik pemerintah pusat tercemar di mata daerah.
Jajaran menteri lainnya bukannya tanpa cela. Tengok saja, banyak kasus KKN yang belum tertuntaskan, mafia peradilan kian merajalela, keamanan wilayah yang belum kondusif, ekonomi makro dan mikro yang masih fluktuatif, dan sebagainya.
Yang jelas, dengan kondisi seperti itu, Kabinet Gotong Royong merupakan ‘kartu mati’ dalam menyelesaikan masalah besar bangsa ini. Ibarat tim sepakbola, meski bertabur bintang namun tak kompak dalam kerjasama tim, jangan harap akan menang. Sebaiknya, memang dirombak saja.
© Copyright 2024, All Rights Reserved