Sejumlah pengamat perminyakan mendesak pemerintah agar mengevaluasi ulang kontrak proyek eksploitasi ladang gas Tangguh, Teluk Bintuni Papua Barat. Mereka berpendapat, proyek yang dikerjakan oleh kontraktor Beyond Petroleum (BP) Indonesia di ladang gas terbesar Indonesia tersebut tidak efisien dan tidak menguntungkan negara.
Seperti yang dikemukakan pengamat industri perminyakan Effendi Situmorang. Menurut Effendi proyek Tangguh sejak dulu sudah dinilai tidak efisien dan tidak akan menguntungkan. Menurut dia, Tangguh merupakan proyek yang dipaksakan oleh pejabat-pejabat di Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral untuk dikembangkan. "Padahal, sejak awal, saya sudah katakan proyek itu tidak komersial dan rugi," ujar mantan Direktur Manajemen Production Sharing Pertamina itu.
Menurut dia, negara atau pemerintah akan mengganti semua biaya investasi yang dikeluarkan kontraktor jika proyek sudah dikatakan komersial. "Jika belum komersial, seluruh biayanya ditanggung oleh kontraktor dan bukan negara," katanya, "dan pemerintah tidak akan mendapatkan pendapatan apa pun dari proyek Tangguh."
Dia mengungkapkan Tangguh dirancang untuk menghasilkan gas alam cair sebanyak 7 juta ton per tahun. Sampai saat ini kontrak penjualan yang ditandatangani dengan Fujian, Cina, selama 25 tahun senilai US$ 8,5 miliar dan perusahaan baja Korea, Posco, sebanyak 500 ribu ton selama 20 tahun senilai US$ 20 juta. Total hasil penjualan dari kedua kontrak tersebut hanya sebesar US$ 8,52 miliar atau Rp 76 triliun selama 20 tahun.
Dengan nada sama, pengamat perminyakan dan gas bumi Kurtubi mengatakan harga jual gas Tangguh, yang di bawah rata-rata penjualan gas dari kilang Badak di Kalimantan Timur, tidak akan memberikan pendapatan kepada negara. Sebab, kata dia, dengan total investasi US$ 6,5 miliar dan total pendapatan hanya US$ 8,5 miliar selama 25 tahun, semua pendapatan hanya cukup menutupi biaya investasi. "Lalu negara dapat apa?" ujarnya.
Menurut dia, pemerintah, khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, harus segera melakukan evaluasi ulang proyek Tangguh. "Agar negara tidak dirugikan," kata doktor ekonomi energi dari Colorado School of Mine, Denver, Amerika itu.
Kurtubi mengatakan, harga jual gas Tangguh terlalu rendah. Saat ini tangguh mempunyai kontrak penjualan gas sebanyak 2,6 juta ton ke Fujian, Cina, selama 25 tahun dengan harga rata-rata US$ 3,35 per mmBtu. SK Power Korea sebanyak 0,55 juta ton selama 20 tahun dengan harga US$ 3,5 per mmBtu. Posco Korea sebesar 0,55 juta ton selama 20 tahun dengan harga jual US$ 3,36 per mmBtu dan Sempra (West Coast, Amerika) sebanyak 3,7 juta ton selama 20 tahun seharga US$ 5,94 per mmBtu.
Sebagai perbandingan, harga jual gas ke kalangan industri dan pembangkit di dalam negeri US$ 4,5-5 per mmBtu. Harga jual di dalam negeri jauh lebih mahal dibanding harga penjualan gas Tangguh kepada pembelinya di luar negeri. Sedangkan penjualan gas dari Kilang Badak, Kalimantan Timur, saat ini rata-rata sekitar US$ 8 per mmBtu.
[Biayai Sendiri]
Sementara itu, Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) Kardaya Warnika mendesak agar BP Indonesia sebagai kontraktor Tangguh segera memenuhi sendiri pembiayaan pembangunan kilang Tangguh. BP Migas tidak akan memberikan jaminan untuk proyek gas di Papua tersebut.
Kardaya Warnika mengatakan pihaknya hanya akan mengawasi pelaksanaan proyek tersebut, termasuk pengawasan pendanaan proyek. Pemerintah dan BP Migas, kata dia, tidak akan memberikan surat jaminan untuk Tangguh. "Proyek itu dijamin BP Indonesia," ujarnya.
Sementara itu, Deputi Pemasaran dan Keuangan BP Migas Eddy Purwanto memperkirakan, proyek gas lapangan Tangguh masih kekurangan dana sekitar US$ 900 juta-1 miliar. “Kekurangan dana tersebut rencananya akan ditutup melalui pinjaman dari bank nasional," katanya. BP Migas akan mengundang bank-bank dalam negeri untuk membiayai proyek gas alam cair ({liquefied natural gas}/LNG) tersebut.
Saat ini, BP Indonesia sedang melakukan perundingan dengan bank di Cina untuk memperoleh pinjaman.
Proyek Tangguh membutuhkan investasi sebesar US$ 6,5 miliar. Dari jumlah itu, sebanyak US$ 3 miliar akan dipenuhi dari ekuitas BP Indonesia. Sedangkan sisanya, sebesar US$ 2,616 miliar, dari pinjaman Japan Bank for International Cooperation, Asian Development Bank, dan bank komersial. Proyek Tangguh direncanakan mulai memproduksi LNG pada kuartal keempat 2008.
Presiden BP Indonesia John Minge mengatakan pihaknya akan melakukan pengeboran 15 sumur di Tangguh awal Juni tahun ini. "Pengeboran dilaksanakan dalam kurun waktu 18 bulan," ujarnya.
Menurut Minge, saat ini proses pemasangan pipa masih berlangsung. Dua tangki LNG sedang dalam tahap penyelesaian. Secara keseluruhan, penyelesaian proyek sudah mencapai 70 persen.
Saat ini BP Indonesia mengantongi kontrak penjualan gas sebanyak 2,6 juta ton ke Fujian, Cina, selama 25 tahun dengan harga rata-rata US$ 3,35 per juta per MMBtu. Lalu SK Power Korea 0,55 juta ton selama 20 tahun dengan harga US$ 3,5 per juta per MMBtu, Posco Korea 0,55 juta ton selama 20 tahun dengan harga jual US$ 3,36 per juta per MMBtu, dan Sempra (West Coast, Amerika) 3,7 juta ton selama 20 tahun seharga US$ 5,94 per juta per MMBtu.
Namun, rencana penjualan gas ke Sempra mungkin batal karena terminal gas di negara itu lebih cepat dibangun dibanding kilang Tangguh. Mengenai pembatalan penjualan ke Sempra, kata Minge, pihaknya masih melakukan pembicaraan dengan BP Migas dan pemerintah.
© Copyright 2024, All Rights Reserved