Pemerintah Indonesia menilai, pelaksanaan periode pembangunan kepercayaan {(trust building)} di Aceh kurang berhasil, bahkan mendekati tidak berhasil. Sebab, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dinilai melakukan sejumlah pelanggaran sangat serius, yang sifatnya politis, selama dua bulan pertama implementasi Perjanjian Penghentian Permusuhan.
Berkaitan dengan hal tersebut Pemerintah Indonesia mengajukan nota protes kepada {Henry Dunant Center (HDC)} dan GAM, disertai tiga catatan penting yang harus dipenuhi pihak GAM, untuk dapat melanjutkan proses penyelesaian damai masalah Aceh. Bila tidak dipenuhi, HDC akan diminta untuk menggelar Sidang Dewan Bersama {(Joint Council)}.
Demikian penegasan Menko Polkam, Susilo Bambang Yudhoyono, usai rapat kabinet terbatas di Istana Negara, Jakarta, Kamis (13/2). Pada kesempatan itu, Yudhoyono menjelaskan hasil kunjungan kerjanya bersama Menteri Pertahanan, Panglima TNI dan Kapolri ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sejak Minggu (9/2) hingga Selasa (12/2).
Menko Polkam mengungkapkan, pada intinya Pemerintah Indonesia tetap ingin melanjutkan proses penyelesaian Aceh secara damai dalam kerangka Negara Kesatuan RI (NKRI). Untuk itu ada tiga catatan serius yang diajukan RI kepada GAM. Pertama, GAM diminta benar-benar mengumpulkan senjata selama periode demiliterisasi lima bulan mendatang.
'Senjata dan segala peralatan tempurnya itu tentu dikumpulkan dan tidak digunakan lagi,' pintanya.
Kedua, GAM diminta untuk tidak lagi melakukan pelanggaran-pelanggaran yang sangat serius. Ketiga, GAM diminta menghentikan aktivitas militer dan politiknya, yang tidak sesuai dengan konsep dan semangat Perjanjian Penghentian Permusuhan.
'Apabila GAM tidak melaksanakan atau melanggar ketiga hal tersebut, Pemerintah RI, dalam hal ini saya sebagai representasi Indonesia dalam {Joint Council}, akan minta HDC untuk segera menyelenggarakan Sidang {Joint Council},' tegas Menko Polkam.
Yudhoyono mengungkapkan pula, selama kunjungannya ke NAD, pihaknya telah mengevaluasi pelaksanaan periode pembangunan kepercayaan (trust building) dalam kurun waktu dua bulan pertama implementasi Perjanjian Jenewa. Dilihat dari segi normalisasi kehidupan masyarakat, situasi keamanan, intensitas insiden bersenjata serta angka korban konflik, periode trust building dinilai berhasil baik.
Menurutnya, telah terjadi sejumlah pelanggaran yang terdiri dari pelanggaran keamanan di lapangan serta pelanggaran yang sifatnya politis. Mengenai pelanggaran keamanan di lapangan, GAM banyak melakukan pelanggaran serius dan bahkan sebagian sangat serius, sementara TNI dan Polri melakukan pelanggaran yang tidak serius. 'Ini berdasarkan catatan kami dan ketika dikonfirmasi ke JSC ada kemiripan angka,' ujarnya.
Sementara yang bersifat politis, GAM melakukan pelanggaran yang di mata Indonesia dinilai 'sangat-sangat serius'. Penilaian itu karena apa yang dilakukan GAM keluar dari prinsip dasar, konsep dan roh dari Perjanjian Jenewa.
Pelanggaran yang dilakukan, antara lain propaganda oleh elemen GAM yang menyatakan bahwa tujuan akhir dari perjanjian adalah kemerdekaan bagi Aceh, maksud dari dialog damai adalah terwujudnya referendum, serta akan datangnya pasukan PBB ke NAD menggantikan TNI dan Polri.
'Tentu ini tidak benar, ini bohong. Melalui HDC, kita telah minta klarifikasi dan penjelasan. Karena pemahaman kita selama ini, termasuk HDC selaku fasilitator dan dunia internasional yang memantau proses penyelesaian Aceh tidak seperti itu,' tegas Menko Polkam
Sementara itu, peneliti Aceh, Otto Syamsudin mengingatkan Indonesia dan GAM untuk menjaga sekaligus meningkatkan rasa saling percaya. Pernyataan saling menyalahkan antara kedua belah pihak hanya akan menghancurkan harapan rakyat Aceh pada perdamaian.
' Saya merasa pemerintah (Indonesia) mulai kehilangan kesabaran dalam menjalankan semangat Perjanjian Jenewa. Pak Susilo Bambang Yudhoyono yang biasanya mengeluarkan pernyataan terukur dan mendukung semangat Jenewa sekarang mulai berubah sikap. Ini jelas berbahaya. HDC sudah saatnya mengambil langkah cepat untuk menjaga proses perdamaian,' kata Otto.
Menjawab pertanyaan Otto menunjuk pernyataan Menko Polkam di Banda Aceh dan di Jakarta dua hari terakhir yang bernada pesimistis pada proses perdamaian di Aceh. Sebagai tokoh politik yang secara langsung ikut dalam proses dialog di Jenewa, Susilo seyogyanya mengetahui secara persis dampak setiap pernyataan pejabat pemerintah terhadap masa depan Aceh.
' Soal gagalnya proses membangun kepercayaan bukan hanya tanggungjawab HDC dan GAM. Indonesia pun harus secara kreatif menjaga dan meningkatkan rasa saling percaya. Ingat, sejarah Aceh juga adalah sejarah hitam keterlibatan militer Indonesia di wilayah itu. GAM dan Indonesia jelas harus harus hati-hati mengeluarkan pernyataan agar tidak mengundang pihak lain mengeluarkan pernyataan balasan yang sema panasnya,' tambahnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved