Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi divestasi saham PT Kaltim Prima Coal dengan tersangka Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak bakalan diuji di Pengadilan. Pasalnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) berencana mengajukan praperadilan atas terbitnya SP3 tersebut.
“Ya, lagi persiapan pengajuan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," ujar ketua MAKI Bonyamin Saiman kepada pers, Selasa (04/06).
Kata Bonyamin, alasan pengajuan praperadilan ini karena saat terjadinya dugaan korupsi tersebut, Awang Faroek tengah menjabat sebagai Bupati Kutai Timur. Sebagai Kepala Daerah, MAKI menilai Awang tetap layak dimintai pertanggungjawaban secara hukum.
“Kalau tidak memerintahkan, ya setidak-tidaknya telah mengizinkan pemindahan uang dari kas menjadi investasi swasta yang kemudian diketahui terbukti fiktif. Atau setidak-tidaknya Bupati biarkan berlarut-larut uang menguap padahal dia punya kekuasaan untuk mengawasi dan mencegah," ucap Bonyamin.
Sekedar informasi, kasus divestasi saham KPC ini sempat terkatung-katung cukup lama di Kejaksaan. Kejagung menetapkan Awang Faroek sebagai tersangka sejak 6 Juli 2010 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No.Print-82/F.2/Fd.1/7/2010 tanggal 6 Juli 2010. Sejak itu, tidak ada perkembangan signifikan.
Akhirnya, Kejagung akhirnya mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas alasan tidak cukup bukti keterlibatan Awang dalam kasus tersebut. “Iya betul (SP3), perkara dihentikan karena tidak diperoleh bukti yang cukup, peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana," ujar Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung, Setia Untung Arimuladi dalam kepada pers, Selasa (04/06).
Awang ditetapkan sebagai tersangka atas penyelewengan kas negara yang terjadi pada tahun 2002 hingga 2008. Penyelewengan ini berawal pada 5 Agustus 2002 silam. Ada perjanjian antara PT Kaltim Prima Coal (KPC) dengan Pemerintah. Dalam perjanjian itu, PT KPC wajib menjual 18,6 persen saham mereka kepada Pemda Kutai Timur.
Hasil penjualan saham tersebut tidak dimasukan ke kas Pemda Kutai Timur. Saat itu, Awang menjabat sebagai bupati di daerah tersebut. Akibat hal ini timbul kerugian negara hingga Rp576 miliar.
© Copyright 2024, All Rights Reserved