Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka penyelidikan terkait pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto terkait pembicaraan saham dengan PT Freeport Indonesia. Setya diduga melakukan pemufakatan jahat.
"Ya saat ini masih dalam tahap penyelidikan. Masih kita dalami untuk saat ini," terang Jaksa Agung H Muhammad Prasetyo kepada pers, Selasa (01/12).
Penyelidikan yang dilakukan yaitu mengenai adanya kemungkinan permufakatan jahat yang diduga dilakukan Novanto. Namun Prasetyo enggan membuka lebih lanjut mengenai arah penyelidikan tersebut.
“Nanti kita tunggu dulu hasil pendalamannya. Saat ini yang jelas masih penyelidikan. Tentang permufakatan jahat sendiri kan ada di hukum positif dan itu diatur dalam undang-undang," kata Prasetyo.
Pemufakatan jahat sendiri diatur dalam Pasal 15 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Meskipun tindak pidana korupsi belum dilakukan tetapi melalui ucapan dan tindakan yang dilakukan memunculkan niat melakukan korupsi dapat dipidana.
Ditambahkan, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah, pihaknya telah memeriksa rekaman dan transkrip pertemuan antara Novanto dengan pihak Freeport. Arminsyah menyebut jaksa masih berupaya mencari bukti-bukti awal sebelum kasus ini ditingkatkan ke tahap penyidikan.
"Rekaman dan transkrip kan diperiksa. Tapi baru itu kan belum ditanyakan ke pihak-pihak yang bersangkutan. Kita sangat hati-hati apalagi ini kan menyangkut orang-orang besar," ujar Arminsyah, Selasa (01/12).
Seperti diketahui, tindakan Novanto bertemu dengan pihak Freeport diadukan oleh Menteri ESDM Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Saat ini, kasus etik itu masih diproses MKD. Dinamika di MKD masih terjadi sehingga jadwal sidang sendiri masih belum ditentukan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved