Sidang perdana praperadilan yang diajukan PT Victoria Securities Indonesia (VSI) atas penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan Kejaksaan Agung batal digelar hari ini, Jumat (11/09). Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu terpaksa ditunda, karena Kejagung sebagai pihak termohon, tidak hadir.
"Sampai sekarang, Kejaksaan Agung belum hadir. Maka kita akan panggil lagi hari Jumat (pekan) depan, tanggal 18 September 2015," ujar hakim tunggal Ahmad Rifai yang memimpin sidang itu.
Usai sidang, pengacara PT VSI, Peter Kurniawan mengatakan, permohonan yang diajukan pihaknya karena keberatan dengan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh jaksa beberapa waktu lalu.
Peter juga mempertanyakan pula alasan pihak kejaksaan yang tidak menghadiri gugatan praperadilan tersebut. "Tentang kesalahan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan Kejaksaan Agung di kantor klien kami. Nah itu juga kita mempertanyakan kenapa tidak hadir," ujar Peter.
Permohonan praperadilan tersebut merupakan upaya hukum dari PT VSI yang tidak terima kantornya digeledah jaksa pada 12 Agustus 2015 lalu. Perusahaan sekuritas itu menduga jaksa salah alamat dengan menggeledah kantor PT VSI yang berada di Panin Tower lantai 8, Jalan Asia Afrika, Senayan, Jakarta.
PT VSI menyebut jaksa membawa surat izin penggeledahan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk kantor Victoria Securities International Corporation (VSIC) yang di Jalan Sudirman, Jakarta.
Namun, jaksa berkeyakinan kedua perusahaan tersebut saling terafiliasi sehingga penggeledahan tersebut sah dilakukan. Selain itu, jaksa juga menyebut bahwa pihaknya membawa surat perintah dan surat penggeledahan yang lengkap.
Sekedar informasia, penggeledahan dan penyitaan ini terkait dengan kasus cessie Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang tengah diselidiki Kejaksaan. Kejagung menduga PT VSI membeli cessie milik PT Adistra Utama dari BPPN. Cessie sendiri dapat diartikan sebagai pengalihan hak atas kebendaan tak bertubuh kepada pihak ketika yang biasanya berupa piutang atas nama.
Belakangan, cessie tersebut dilelang karena tak mampu membayar ke bank pelat merah senilai Rp469 miliar. Sejurus kemudian cessie itu diduga dibeli PT VSI dengan harga Rp26 miliar.
Jaksa menyebut ketika PT Adistra hendak menebus cessie itu ditolak dan dipatok harga Rp2,1 triliun oleh PT VSI. PT Adistra pun melaporkan dugaan permainan antara perusahaan itu dengan BPPN ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang kemudian diambil alih oleh Kejagung.
© Copyright 2024, All Rights Reserved