Kementerian Pertanian (Kementan) optimis mampu menutup impor jagung pada tahun 2017. Sejak tahun 2015, pemerintah mulai membatasi impor jagung dan menggenjot produksi dalam negeri. Hasilnya, tahun ini, impor turun hingga diatas 60 persen, jika dibandingkan dengan jumlah impor tahun lalu.
Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Kementan, Dwi Suwari, mengatakan, pihaknya sudah menghitung bahwa kebutuhan pakan ternak bisa tercukupi dari produksi lokal. Untuk tahun ini diperkirakan produksi lokal sebesar 21 juta ton. Selain itu, pihaknya juga menambah fasilitas untuk bantuan benih dan pupuk sebesar 3 juta hektar lahan, dari sebelumnya hanya untuk 4.000 hektar.
"Program perluasan tambah tanam baru gencar dilakukan, selain itu sebagian besar anggaran untuk perluasan 3 juta hektar lahan baru bisa direalisasikan tahun depan. Karena program ini baru dimulai. Jadi dengan ada penambahan itu, kami optimis Impor jagung pada 2017 sudah tidak ada lagi," katanya kepada politikindonesoa.com disela-sela Seminar Nasional Agribisnis Outlook 2017, di Jakarta, Kamis (15/12).
Dijelaskan, pihaknya semakin optimis tidak tergantung lagi dengan jagung impor untuk pakan ternak, karena pihaknya juga sudah meminta pengusaha pakan ternak ikut membina petani jagung agar produksi dan kualitasnya bisa diterima. Kesepakatan tersebut dilakukan dengan 41 pabrikan ternak. Hal itu dilakukan karena ini merupakan tanggungjawab bersama.
"Pada tahun 2015, kami sudah memfalisitasi benih dan pupuk untuk 4.000 hektar dan untuk tahun 2016 hingga tahun 2017 kami sudah menyiapkan benih dan pupuk untuk perluasan lahan 3 juta hektar. Sehingga kami berharap pengusaha bisa ikut mengawal petani jagung dan mengawasi hasil produksi agar berkualitas," paparnya.
Menurutnya, seiring dengan menurunnya jumlah impor jagung, rupanya impor gandum mengalami kenaikan. Ini terjadi lantaran pabrik pakan beralih dari jagung impor ke gandum sebagai bahan baku. Dengan kondisi seperti, wajar jika pabrikan pakan ternak untuk sementara memenuhi bahan bakunya dari gandum.
"Karena belum banyak jagung yang ditanam dari program 3 juta hektar lahan baru tersebut. Jadi belum bisa ada yang panen. Sementara pasokan jagung lokal masih belum bisa memenuhi kebutuhan jagung secara berkesinambungan bagi industri pakan ternak yang mencapai sekitar 8 juta ton per tahun. Maka para petani memenuhi kekurangan jagung untuk pakan ternak akhirnya mereka beralih ke gandum," ucapnya.
Sementara itu, CEO dan Founder PT Vasham Kosa Sejahtera, Irvan Kolonas, menambahkan model kemitraan bisnis jagung yang dilakukannya di Lampung dengan menggunakan konsep wirausaha sosial untuk mendukung program swasembada yang dicanangkan pemerintah.
"Kami melakukan kemitraan petani jagung dari ujung ke ujung, mulai dari memberi akses pada benih, pelatihan, pembiayaan, sampai kepada penjemputan jagung petani dengan segala tingkat kadar air untuk dikeringkan di fasilitas pengeringan jagung (corn dryer) milik Vasham," katanya.
Konsep wirausaha sosial ini, lanjutnya, memadukan konsep bisnis yang dilakukan perusahaan dengan misi sosial, dalam hal ini profit yang diperoleh akan diinvestasikan untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan dampak sosial. Karena fasilitas pengering jagung saat ini masih sangat sedikit jumlahnya di Indonesia, padahal fasilitas pasca panen ini sangat penting untuk memastikan bahwa hasil panen jagung rakyat dapat diserap oleh industri pakan ternak.
"Tanpa fasilitas pengering yang memadai, petani jagung tidak dapat menikmati hasil panennya. Karena itu, kami mengajak industri pakan agar rela memangkas keuntungannya untuk membangun fasilitas pasca panen dan membina petani jagung," tegasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved