Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) segera merealisasikan gugatan izin ekspor konsentrat yang diberikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada PT Freeport Indonesia (PTFI).
Organisasi kemasyarakatan tersebut akan menggelar gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Juru bicara Koalisi Masyarakat Sipil (KMS), Ahmad Redi, mengatakan, ugatan tersebut bertujuan untuk memastikan dasar hukum Kementerian ESDM menerbitkan izin ekspor bagi perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut.
Menurut Redi, saat ini KMS sedang menyusun bahan gugatan tersebut. "Gugatan PTUN ini bisa diputuskan dalam 21 hari. Jadi bisa segera memberi kepastian," kata Redi, Selasa (25/04).
Redi mengatakan, dasar hukum yang dimaksud khusunya mengenai status ganda izin Freeport Indonesia yakni sebagai pemegang Kontrak Karya (KK) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Hingga saat ini, Freeport Indonesia masih mengantongi status kontrak karya tapi sekarang malah sudah mengantongi status IUPK.
Terlebih pemerintah, dalam hal ini Menteri ESDM Ignatius Jonan sudah melegalkan status tersebut yang diteken pada 30 Maret 2017 lalu lewat Peraturan Menteri Nomor 28 Tahun 2017 tentang Peningkatan
Nilai Tambah Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri. "Kami menduga ada penyalahgunaan penerbitan izin ekspor yang diberikan sampai 2018 untuk Freeport," kata Redi.
Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Maryati Abdullah mengatakan, pemerintah tidak berlaku adil bagi pemegang kontak karya yang lainnya. Contohnya PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) yang mengantongi izin ekspor setelah beralih menjadi IUPK.
Sedang Freeport diberi perlakuan khusus lantaran baru sebatas menyepakati IUPK, sudah langsung diberikan izin ekspor konsentrat. "Yang disayangkan IUPK diajukan untuk ekspor tapi masih kontak karya," kata Maryati.
© Copyright 2024, All Rights Reserved