Kebijakan Pemerintahan Megawati kini terus dalam sorotan. Langkah putri Bung Karno ini dianggap sangat liberal dan kapitalistik terutama dalam privatisasi, menaikan BBM, listrik dan tarip telpon. Hal ini membuat berang para politisi dan para tokoh demonstran yang selama ini selalu kritis terhadap kebijakan pemerintah, dengan membentuk wadah “Koalisi Nasional”.
Koalisi ini dimotori para politisi yang selama ini dikenal sangat dekat dengan Megawati Soekarno Putri, antara lain; Eros Djarot, Ketua Umum Partai Nasionalis Bung Karno (PNBK), dan bebarapa tokoh LSM serta aktivis gerakan mahasiswa.
Dalam manivesto yang dibacakan Eros Djarot saat deklarasi di gedung Juang 45, tanggal 23 Januari 2003, koalisi yang mengklaim dirinya demi menyelamatkan nasib bangsa dan rakyat Indonesia. Mereka tetap mendesak pencabutan bijakan kenaikan harga BBM, TDL dan telpon karena dianggap tidak tunduk terhadap aspirasi dan kehendak rakyat banyak. Pemerintahan Mega juga dianggap telah menjual aset-aset bangsa ke tangan asing, sehingga pemerintahan Mega Hamzah dianggap tidak layak untuk dipertahan sampai 2004.
Akankah koalisi ini akan membuat sejarah seperti yang pernah dilakukan oleh beberapa tokoh partai politik saat membentuk “poros tengah” untuk mengganjal Megawati menjadi orang nomor satu di republik ini? Atau koalisi “lintas fraksi ” yang berhasil melengserkan Gus Dur dari kursi kepresidenan, lewat sidang istimewa?. Sepertinya sangat jauh dari angan-angan.
Seperti kita ketahui tokoh dan elemen gerakan yang membidani lahirnya kolaisi nasional ini adalah tokoh-tokoh yang selama ini tidak mempunyai kekuatan signifikan di kalangan perkancahan perpolitikan.
Begitu juga dengan tokoh gerakan seperti Dita Indah Sari, mereka tidak mempunyai kekuatan basis massa yang cukup besar.
Selama ini mereka hanya bisa membangun tekanan politiknya lewat opini, dengan melakukan aksi unujuk rasa dengan cara yang sangat radikal, yang pada ahkirnya mendapat tanggapan sinis dari masyarakat, karena masyarakat sudah jenuh dengan segala bentuk huru-hara.
Begitu juga para politisi partai yang membentuk kaukus penyelamatan bangsa, adalah para politisi yang tidak diperhitungkan didalam tubuh partainya, seperti Meliono Soewondo, Julius Usman dan Haryanto Taslam.
Beberapa nama jendral yang dikabarkan ada dibelakang kelompok ini pun, seperti Wiranto, sudah tidak lagi mempunyai pengaruh di kalangan TNI sendiri. Sedangkan Megawati sendiri selama ini tidak pernah melakukan kebijakan yang merugikan bagi TNI. Hal ini jelas sangat mengutungkan bagi Megawati untuk menduduki kursi kepresidenannya hingga 2004.
Nah sepertinya, kita sudah bisa menerka bahwa “koalisi nasional” ini tidak hanya lebih seperti “macan ompong” yang meskipun sosoknya menyeramkan, akan tetapi tidak akan bisa menerkam mangsanya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved