Perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hadir dalam sidang perdana permohonan praperadilan yang diajukan tersangka proyek pengadaan helikopter Agusta Westland 101 (AW-101) Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh. KPK meminta hakim menunda persidangan karena sedang mempersiapkan administrasi.
Sidang perdana ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (20/10) pukul 10,.00 WIB dipimpin hakim tunggal Kusno.
Usai membuka sidang, hakim membacakan surat yang dikirim KPK yang berisi alasan ketidakhadiran dalam sidang. Surat itu menyebutkan KPK meminta sidang ditunda 3 minggu untuk menyiapkan jawaban dan hal lainnya.
“Menyampaikan permintaan penundaan sidang untuk menyiapkan tanggapan jawaban kordinasi dengan ahli dan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan pembuktian dengan praperadilan a quo. Berdasarkan hal tersebut Ketua PN Jaksel atau hakim tunggal di atas dapat menunda hingga 3 minggu ke depan," kata Kusno membacakan surat KPK.
Terhadap permintaan KPK itu, Kuasa hukum Irfan menyampaikan keberatan dan meminta sidang ditunda 3 hari saja. Hakim tidak menyanggupinya karena jarak waktunya berdekatan sehingga diputuskan sidang ditunda 2 minggu.
"Saya tunda 2 minggu lagi dengan catatan termohon pada tanggal 3 November menyampaikan jawabannya setelah pemohon bacakan permohonannya," kata Kusno.
Sekadar informasi, Irfan merupakan pihak swasta yang ditetapkan KPK sebagai tersangka terkait dengan dugaan korupsi pembelian heli AW-101. Irfan diduga meneken kontrak dengan Augusta Westland, perusahaan joint venture Westland Helicopters di Inggris dengan Agusta di Italia, yang nilainya Rp 514 miliar.
Namun, dalam kontrak pengadaan helikopter dengan TNI AU, nilai kontraknya Rp 738 miliar sehingga terdapat potensi kerugian keuangan negara sekitar Rp 224 miliar.
Dalam kasus ini, KPK bekerja sama dengan POM TNI. Ada lima tersangka lainnya yang ditangani POM TNI. Para tersangka ini berstatus tentara aktif.
© Copyright 2024, All Rights Reserved