Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menegaskan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap dua jaksa sudah sesuai prosedur. KPK tetap akan bersinergi dengan Kejaksaan Agung untuk menangani kasus suap dua jaksa terkait kasus suap korupsi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBJS) Kesehatan Kabupaten Subang, Jawa Barat.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan untuk menyelesaikan masalah ini," katap Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief, Selasa (12/04).
Laode menyangkal adanya kesalahan prosedur dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK, Senin (11/04) kemarin.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung (Kejagung), Widyo Pramono sempat mengatakan, OTT terhadap dua jaksa itu tidak sesuai prosedur. Dalam Pasal 8 ayat 5 UU Kejaksaan menyebutkan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.
"Sementara ini tak ada komunikasinya dengan Jaksa Agung," kata Widyo, Senin (11/04).
Menanggapi tudingan adanya kesalahan prosedur, Laode menjawab, OTT tersebut justru sudah sesuai denga UU Tindak Pidana Korupsi. "Kami berpacu dengan UU tentang Tindak Pidana Korupsi dimana dalam UU tersbut tidak disebutkan harus melakukan izin kepada Jaksa Agung," kata Laode.
Dalam perkara ini KPK telah menetapkan setidaknya lima orang sebagi tersangka yakni, Jajang Abdul Holik, Lenih Marliani, Ojang Sohardi sebagai pemberi suap serta Fahri Nurmallo dan Devyanti Rochaeni sebagai penerima suap.
Adapun dalam hal ini KPK menyampakan, Lenih Marliani merupakan aktris utama sebagai pemberi suap. Adapun jumlah yang hendak diberikan Lenih kepada kedua jaksa itu Rp528 juta dan Rp385 juta.
Uang suap tersebut diperkirakan untuk meringankan hukuman Jajang Abdul Holik yang tersangkut kasus korupsi dana bantuan BPJS Kesehatan pada 2014.
© Copyright 2024, All Rights Reserved