Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan calon Gubernur Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan lahan Bandara Bobong pada APBD Kabupaten Kepulauan Sula Tahun Anggaran 2009.
Ahmad ditetapkan sebagai tersangka selaku Bupati Kepulauan Sula periode 2005-2010. "KPK meningkatkan status penanganan perkara dan menetapkan dua tersangka, yakni AHM Bupati Kepulauan Sula 2005-2010 dan ZM selaku Ketua DPRD Kepulauan Sula periode 2009-2014," terang Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (16/03) malam.
Dalam kasus ini, keduanya diduga melakukan korupsi terkait pembebasan lahan Bandara Bobong pada tahun 2009. "Diduga, pengadaan pembebasan lahan yang menggunakan APBD tahun 2009 di Kepulauan Sula adalah pengadaan fiktif," terang Saut.
Kedua tersangka membuat seolah-olah Pemkab Kepulauan Sula membeli lahan milik masyarakat. Padahal, lahan tersebut milik Zainal Mus. Menurut Saut, total kerugian negara dalam kasus ini adalah Rp 3,4 miliar.
Dari total uang APBD itu, sebesar Rp 1,5 miliar diduga ditransfer kepada Zainal. Sementara, sebesar Rp 850 juta diduga diberikan kepada Ahmad melalui pihak lain untuk disamarkan. Kemudian, sisanya mengalir kepada pihak lain.
Dalam kasus ini, Ahmad dan Zainal disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Saut menerangkan, kasus ini sebelumnya sempat ditangani oleh Kepolisian.
“Kasus ini pernah ditangani oleh Polda Maluku Utara. Beberapa tersangka lainnya telah dipidana," terang dia.
Ahmad pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Maluku pada 2017. Ia kemudiian mengajukan praperadilan dan PN Ternate mengabulkan gugatan tersebut, sehingga Polda Maluku mengeluarkan SP3 untuk menghentikan penyidikan perkara tersebut sesuai keputusan praperadilan.
Sejak saat itu, kata Saut, KPK berkoordinasi kepada Polda dan Kejati Maluku untuk kemudian membuka penyelidikan baru atas kasus ini sejak Oktober 2017.
Saut juga menegaskan sesuai kewenangan di Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap penyelenggara negara, penegak hukum atau pihak lain yang terkait dengan korupsi yang dilakukan yang dilakukan penyelenggara negara atau penegak hukum tersebut.
"Apa yang dilakukan KPK saat ini adalah semata proses hukum yang didasarkan pada kewenangan yang diberikan Undang-Undang dan kecukupan abadi," tandas Saut.
© Copyright 2024, All Rights Reserved