Pernyataan tokoh agama yang mengeluarkan kritik soal kebohongan pemerintah, harus dilihat dari sisi berbeda. Itu jangan diartikan sebagai penyerangan terhadap karakter pribadi seseorang, dalam hal ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kritik itu mewakili moral masyarakat.
"Yang dimaksud tokoh lintas agama mungkin bukan karakter. Yang dituduh bukan orang, tapi sistem yang disebut pemerintahan," kata Pengamat psikologi politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk dalam diskusi polemik bertema "Musim Berbohong" di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (15/01).
Belum lama ini, sejumlah tokoh lintas agama menyampaikan pernyataan terkait 18 kebohongan pemerintah. Mereka menguraikan sejumlah kasus, di antaranya Kasus Gayus, Kasus Munir, angka kemiskinan dan pengangguran, dan lainnya, yang ternyata tak tertangani dengan baik. Padahal, para tokoh mencatat hal itu merupakan janji pemerintah untuk dituntaskan.
Presiden SBY tak menanggapi langsung 'Kebohongan pemerintah' versi agamawan itu. Bantahan dan klarifikasi datang dari Menko Polhukam Djoko Suyanto dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan.
Selain itu, Staf Khusus Presiden Bidang Politik Daniel Sparingga, malah tampil dalam acara berikutnya yang diselenggarakan para tokoh agama.
Intinya, pemerintah menyesali pernyataan itu. Karena menafikan keberhasilan yang telah dicapai, meski diakui ada sejumlah soal yang masih harus dibenahi.
Daniel Sparingga dalam diskusi polemik menyampaikan, tuduhan berbohong suatu hal serius untuk segera ditanggapi. Karena menurut staf pengajar Unair, Surabaya itu, apa yang disampaikan para tokoh itu, menyangkut kredibilitas presiden. Nama Presiden SBY disebut jelas.
Bahkan, urai Daniel kata "gagal" lebih nyaman didengar daripada kata "bohong".
Handy menilai secara psikologis kata bohong dapat membuat seseorang tidak nyaman karena berkaitan dengan karakter pribadi seseorang. Sementara kata "gagal", dalam psikologi gagal tidak hanya menyangkut karakter seseorang namun juga kondisi yang membuat seseorang gagal.
"Kalau gagal, orang bisa beralasan karena kondisi lah yang membuat saya gagal," paparnya.
Apa pun, Hamdi Muluk berpendapat, pernyataan para tokoh agama mengenai 18 kebohongan pemerintah itu sudah tepat. Sebab, tokoh agama tersebut mewakili moral masyarakat.
Menurut Handy, pendekatan yang digunakan fenomenologis, penghayatan dan memang pas disampaikan tokoh agama. Karena mereka mewakili moral masyarakat.
© Copyright 2024, All Rights Reserved