Publik di Indonesia masih ingat betul dengan peristiwa huru-hara di bulan Mei tahun 1998. Tragedi kerusuhan rasial di penghujung kekuasaan rezim Soeharto itu menelan korban jiwa tak yang tak terhitung secara pasti hingga hari ini. Belum lagi, kerugian material akibat penjarahan dan kebakaran di sejumlah tempat di Indonesia.
Peristiwa yang memilukan dan terus menghantui etnis Cina itu memang masih kelam dan gelap gulita. Data pasti tentang korban kerusuhan pun simpang siur. Terdapat banyak versi tentang jumlah korban.
Versi Tim Relawan Untuk Kemanusiaan menyebutkan 1.190 orang meninggal dunia akibat terdibakar, 27 orang meninggal akibat senjata dan lainnya, serta 91 orang mengalami luka-luka.
Sedangkan menurut Polda Metro Jaya sebanyak 451 orang meninggal dunia; data Kodam Jaya menyatakan bahwa sebanyak 463 orang meninggal dan 69 orang luka-luka. Dan data Pemda DKI menyatakan bahwa sebanyak 288 orang meninggal dunia dan 101 orang mengalami luka-luka. Sedangkan untuk daerah diluar Jakarta menurut data Polri sebanyak 32 orang meninggal dunia, luka-luka sebanyak 131 orang dan 28 orang mengalami luka bakar.
Menyusul peristiwa Mei tersebut, Soeharto akhirnya dipaksa mengundurkan diri dan digantikan oleh Presiden Habibie. Pada masa itu Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk kasus kerusuhan Mei 1998 dibentuk, berdasarkan keputusan bersama Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima ABRI, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Meneteri Negara Peranan Wanita dan Jaksa Agung.
Setelah bekerja sekitar tiga bulan TGPF menyampaikan laporan dan rekomendasi kepada pemerintah. Namun hingga saat ini belum ada tindak lanjut bahkan seakan sengaja dilupakan atas temuan-temuan dan rekomendasi TGPF tersebut.
Ketidakseriusan pemerintah dalam menyelesaikan kasus tersebut memang dirasakan terutama keluarga para korban. Keluarga korban dan LSM pendamping telah beberapa kali mendatangi Komnas HAM meminta agar Komnas HAM melakukan penyelidikan.
Atas desakan tersebut, ahkirnya Komnas HAM membentuk Tim Pengkajian Laporan TGPF dengan alasan bahwa dalam peristiwa tersebut telah terjadi pelanggaran HAM berat yang harus dibongkar sesuai UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dengan menganut asas retroaktif.
Hasil temuan Tim telah disampaikan dalam sidang Paripurna Komnas HAM, hasil kajian Tim menyatakan berdasarkan laporan TGPF terdapat indikasi telah terjadi pelanggaran HAM yang berat berupa kejahatan terhadap kemanusiaan (crime again humanity), seperti diatur dalam pasal 7 jo Pasal 9 UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.
Rekomendasi Tim kajian mengusulkan agar Komnas HAM membentuk Tim Penyelidik untuk Kasus Mei 1998, untuk melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap pelanggaran HAM berat berdasarkan sifat dan lingkupnya. Hasil dari penyelidikan dan pemeriksaan tersebut akan dilaporkan dalam sidang Pari Purna Komnas HAM.
Koordinator TIM tersebut, Salahudin Wahid, Hasto Atmojo sebagai wakil koordinator dan Ester I. Yusuf sebagai sekretaris. Beberapa nama yang selama ini konsern memperjuangkan HAM dan Demokrasi, sepeti Orie Rachman koordinator Badan Pekerja KontraS, MM Billah Ketua Sub komisi Pemantauan Komnas HAM dll masuk menjadi anggota Tim Penyelidik.
Tim ini juga dibantu beberapa aktivis dari kalangan NGO untuk menjadi Tim Asistensi yang melakukan kerja-kerja investigasi dan melakukan klarifikasi hasil temuan TGPF.
Ditargetkan dalam bulan Mei 2003 ini tim tersebut sudah bisa menghasilkan rekomendasi yang akan disampaikan kepada pemerintah guna membentuk pengadilan ad hoc untuk kasus tersebut.
Pertanyaannya kemudian, apakah pemerintah akan memenuhi rekomendasi tersebut? Memang masih jadi tanda tanya. Apalagi memang tim tersebut harus bekerja keras melakukan investigasi untuk menemukan data-data akurat dari lapangan.
Publik di Indonesia pun mendambakan kemauan politik Megawati untuk membongkar tuntas kasus yang merenggut ratusan korban jiwa tak berdosa tersebut. Ya, kita tunggu saja!
© Copyright 2024, All Rights Reserved