Pemerintahan Megawati terus mendapat tekanan dari mahasiswa. Sejauh ini boleh dikatakan tekanan terhadap Mega melalui aksi unjuk rasa mahasiswa belum mendapat dukungan luas dari publik. Bagaimana pendapat Nurcholish Madjid dan Amien Rais tentang gerakan anti Mega?
Cendikiawan Muslim Nurcholis Madjid mengatakan, meski banyak aksi mahasiswa yang menuntut Presiden Mega mundur, namun itu sulit diwujudkan. Ada satu cara yang bisa ditempuh yakni, impeachment.
“Tuntutan mahasiswa dan buruh itu kan hanya statement provokasi. Kalau mau jatuhkan Presiden Mega lewat prosedur yang wajar, ya impeachment. Meski sulit, tapi bisa” tandas pria yang akrab dipanggil Cak Nur ini, di Jakarta, Jum’at (7/2/2003).
Cak Nur mengatakan, aksi menolak pemerintahan Mega dianggap tidak mampu melengserkan Mega dari kursi kepresidenan. Pasalnya, gerakan mahaiswa saat ini dinilai tidak mendapat dukungan dari masyarakat.
“Nggak lah, gerakan itu kan tidak mendapat dukungan kuat dari masyarakat luar seperti pada tahun 1998. Sebuah pemerintahan bisa jatuh apabila presidennya terbukti melakukan high crime atau korupsi sekecil berapun nilainya. Bill Clinton dulu nyaris jatuh hanya karena diduga melakukan korupsi beberapa belas ribu dollar saja,” demikian Cak Nur
Sementara itu, Ketua MPR Amien Rais menyatakan, secara yuridis konstitusional, posisi Presiden RI Megawati saat ini sangat kuat dan tidak bisa diturunkan begitu saja.
Jika dihitung-hitung, untuk menurunkannya secara konstitusional pun akan memerlukan waktu yang sama dengan menunggu pelaksanaan Pemilu 2004. Karena itu, lebih baik pemerintahan Mega diberi kesempatan menyelesaikan tugasnya hingga selesai, sembari tetap dikritisi.
Demikian dikemukakan Ketua MPR-RI Amien Rais kepada pers, di sela-sela kunjungannya ke Masjid Habiburrahman dan bertemu kader PAN se-Jabar di gedung aula PT DI, Jumat (7/3/2003).
Amien lebih jauh menuturkan, setelah amandemen IV UUD 1945, maka untuk menurunkan presiden menjadi amat sangat sulit. Hasil amandemen UUD 1945 menyebutkan, jika dinilai terjadi penyimpangan atau penyalahgunaan kekuasaan, maka dua pertiga dari anggota DPR harus memintanya. Dari jumlah itu, persetujuan atau keputusan bisa diambil jika minimal dua pertiga dari yang hadir itu setuju.
Setelah itu, maka DPR menyampaikan keputusan itu kepada Mahkamah Konstitusi untuk dinilai apakah memang keputusan itu layak. “Di DPR-nya saja sudah akan terjadi masalah, karena harus mengumpulkan dan memperoleh persetujuan sekian banyak orang. Belum lagi, Mahkamah Konstitusi sendiri juga belum dibentuk,” kata Amien.
Dalam masa transisi, memang fungsi Mahkamah Konstitusi bisa dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA).
Namun untuk memperoleh persetujuan itu pun, MA diberi waktu 2-3 bulan untuk mempelajarinya sebelum memberikan rekomendasi kepada MPR. Di tingkat MPR sendiri, maka dua pertiga anggota harus hadir dan keputusan juga diambil dengan minimal suara dua pertiga dari yang hadir.
“Jadi memang sulit untuk menjatuhkan presiden secara konstitusi. Kalau dilihat dari segi waktunya, hampir sama dengan menunggu adanya MPR baru hasil Pemilu 2004. Jadi, lebih baik semuanya bersabar saja menunggu 2004. Tidak ada celah atau jalan secara konstitusional untuk menjatuhkan presiden,” tegas Amien lagi.
Jika terjadi pengerahan massa besar-besaran (people power) bisa saja pemerintahan berganti. “Tapi preseden buruk yang timbul kalau pemerintahan dijatuhkan dengan cara itu. Selain itu, bagaimana mekanisme mengisi kekosongan pemerintahan. Muncul usulan pembentukan presidium. Tapi tetap saja akan ada yang tidak puas dan merasa tidak terwakili. Jadi, sulit. Kalau dihitung-hitung, lebih baik bersabar saja menunggu 2004,” kata Amien.
Meski demikian, sembari bersabar menantikan 2004 Amien mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk sama-sama mengkritisi dan mengkoreksi jalannya pemerintahan. “Agar jangan sampai terjadi lagi, aset-aset bangsa diobral murah kepada pihak asing. Sesuatu yang sulit diterima secara logika jangan sampai terjadi. Seperti penjualan saham PT Indosat itu,” kata Amien.
© Copyright 2024, All Rights Reserved