Lebih satu dekade, sejak 2004 silam, rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Pembantu Rumah Tangga (PRT), telah bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan tak kunjung rampung. Saat ini RUU tersebut telah memiliki naskah akademik dan masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 - 2019. Hanya saja, RUU Perlindungan PRT tak masuk dalam Prolegnas Prioritas.
Sementara itu, kasus kekerasan terhadap PRT masih kerap terjadi. Bahkan, yang menjadi sorotan publik belakangan, kasus penganiayaan PRT yang tersangka pelakunya anggota dewan yang terhormat.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Miryam S. Haryani mengatakan, penyelesaian RUU Perlindungan PRT mendesak dilakukan. Ia berjanji akan memperjuangkan RUU tersebut agar disahkan menjadi UU.
Perempuan lulusan Magister Ilmu Administrasi itu menyebut, dalam 4 bulan terakhir ini, kasus kekerasan terhadap PRT kerap mencuat. Oleh sebab itu, pihaknya memberikan perhatian khusus kepada pembentukan RUU Perlindungan PRT yang tengah digodok agar dapat selesai dalam 1 tahun ini.
"Kami sering mendapat laporan kekerasan, dimana lebih dominan korbannya PRT. Oleh sebab itu, kami akan melobi fraksi lain dan pimpinan DPR untuk melakukan percepatan pembahasan RUU yang sudah ada di Badan Legislasi (Baleg) DPR," ujar anggota Komisi II DPR ini kepada politikindonesia.com, Senin (29/03) lalu.
Hari itu, Fraksi Hanura menggelar diskusi tentang RUU Perlindungan PRT bersama aktivis Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) dan Komnas Perempuan di Gedung DPR, Jakarta.
Kepada Elva Setyaningrum, Ketua Umum Srikandi Hanura ini mengemukakan alasan mengapa RUU ini mandek hingga 10 tahun lebih di parlemen. Perempuan kelahiran Indramayu, Jawa Barat, 1 Desember 1973 ini juga mengungkap pro dan kontra di parlemen terkait RUU itu. Berikut wawancaranya.
Hanura menyatakan ingin percepatan penyelesaian RUU Perlindungan PRT, apa alasanya?
UU Perlindungan PRT ini sangat penting untuk pembahasan dan disahkan, karena menyangkut perlindungan perempuan dari kekerasan. UU ini nantinya akan menjadi payung hukum yang mengatur hak PRT dan majikan.
Payung hukum ini menjadi penting untuk melindungi PRT terhadap kekerasan, pelecehan dan kejahatan seksual yang dilakukan majikan maupun orang lain. Pemerintah jangan seperti pemadam kebakaran, Ada PRT korban kekerasan dan disorot publik, pemerintah baru grasak-grusuk.
Apa subtansi lain dari RUU Perlindungan PRT ini?
Saat ini tengah dibahas di Baleg DPR. Subtansinya mencakup beberapa hal mendasar terkait PRT, seperti upah minimum, jam kerja, pengaturan cuti dan penentuan bidang kerja.
RUU ini sudah lebih dari 1 dekadi di DPR, apa yang membuat pembahasannya selalu mandek?
Memang, RUU ini sudah cukup lama di DPR. Sebenarnya RUU ini sudah masuk dalam agenda pembahasan DPR sejak 2004 lalu. Tapi, hingga kini belum banyak kemajuan yang signifikan. Draft RUU ini bahkan belum disepakati paripurna DPR sebagai RUU inisiatif DPR. Jadi RUU ini masih dibahas oleh Panja RUU Perlindungan PRT di Komisi lX DPR.
Setelah sekian lama mandek, apakah ada kemungkinan RUU ini dibatalkan?
RUU ini tidak akan dibatalkan. Ini hanya masalah waktu saja. Kalau ada orang yang mengatakan RUU ini bakal di drop itu tidak benar, saat ini masih tahap pembahasan kepastian hukum.
Pro dan kontra apa yang terjadi sehingga penyelesaian RUU ini terbengkalai?
Memang benar, hingga sekarang RUU Perlindungan PRT ini menuai pro dan kontra. Ada presepsi yang tidak singkron antara pemerintah dan DPR. Saya rasa, persepsi yang berbeda itulah yang menjadi alasan mengapa RUU ini tak kunjung dibahas.
Bisa dijelaskan pro kontra dalam RUU Perlindungan PRT itu?
Ada ketakutan terkait hubungan kerja, sistem penggajian, bahkan spesifikasi PRT saat bekerja seperti apa. Ini yang belum ada titik temu.
Jadi sebelum RUU Perlindungan PRT benar-benar dibahas, kedua belah pihak harus memastikan ada kesamaan persepsi tentang bagaimana membuat dasar perlindungan hukum bagi PRT.
Bagaimana dasarnya, ada ketakutan harus sama dengan UMR dan kontraknya harus jelas. Pembagian tugas yang ditakutkan ada spesialis nyuci, masak dan lainnya.
Jika RUU itu sudah disahkan menjadi UU, maka 1 rumah butuh 4 PRT. Inilah yang ditakutkan semua orang. Maka, mereka menolak karena itu. Jadi, samakan dulu persepsinya, kalau tidak mau jadi kontra produktif.
Harapan Anda kalau nantinya RUU ini disahkan menjadi UU?
Selama ini PRT sering dianggap sebagai warga kelas dua. Bahkan pekerjaan PRT sering dipandang sebelah mata. Oleh sebab itu, saya berharap nantinya RUU ini bisa menjadi media untuk melakukan perombakan total pada cara pandang kita memandang PRT sebagai Pekerja.
Pperubahan tersebut bukan sekedar perubahan terminologi, tetapi memang dimaksudkan agar PRT memiliki hak yang sama dengan pekerja.
Oleh karena itu, draft yang disiapkan oleh masyarakat sipil banyak mengacu kepada UU Ketenagakerjaan, termasuk gaji sesuai UMR, hak cuti, pembatasan jam kerja, dan hak-hak lainnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved