Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, Kamis (17/02). Agenda kali ini mendengarkan keterangan ahli dari pemohon dan pemerintah serta pihak terkait.
Dalam sidang pekan lalu, pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar meminta MK menolak permohonan uji materi itu. Alasannya, apabila permohonan ini dikabulkan, dikhawatirkan bakal mengganggu ketentraman dan kerukunan agama yang sudah terjalin baik. Wakil pemerintah dan DPR menilai pemohon tidak memiliki kedudukan hukum.
Sidang kali ini juga kembali diwarnai unjuk rasa seperti sidang sebelumnya yang dilakukan oleh pihak-pihak yang menentang uji materi. Forum Umat Islam Indonesia (FUI) merupakan pihak yang sangat menentang uji materi tersebut.
Sedangkan uji materi undang-undang penistaan agama ini diajukan oleh sejumlah LSM dan tokoh. Mereka adalah Imparsial, Elsam, PBHI, Demos, Perkumpulan Masyarakat Setara, Yayasan Desantara, PLBHI, Abdurrahman Wahid, Musdah Mulia, M Dawam Rahardjo dan Maman Imanul Haq.
Mereka menilai undang-undang ini dinilai tidak memberikan kekebasan kepada warga untuk meyakini keyakinan agama yang dipeluk. Sebaliknya, undang-undang ini justru dipakai untuk menjerat para pelaku tindakan penistaan terhadap agama, khususnya Agama Islam.
Bagi kalangan yang kontra, apabila MK mengabulkan permohonan ini, akan terjadi anarki. Pendapat ini, antara lain, disuarakan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Ahmad Bagja. Menurut Bagja, di satu sisi, orang bisa berbuat sesukanya membuat agama sesuai selera. Di sisi lain, masyarakat yang tak terima akan berbuat sesukanya untuk melakukan penghakiman.
© Copyright 2024, All Rights Reserved