Ada perkembangan menarik terkait sejumlah kasus dugaan korupsi di Kutai Kartanegara (Kukar) yang kini tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ramai-ramai Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Kukar diminta mengembalikan dana haram yang diterimanya, khususnya dari pos upah pungut perimbangan dari sektor minyak dan gas bumi (migas) yang disebut-sebut merugikan negara sekitar Rp 15 miliar.
Hal tersebut diungkapkan Ketua DPRD Kukar Bachtiar Effendi kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (2/4). “Iya benar, kita diminta mengembalikan. Kalau yang saya terima itu jumlahnya lebih Rp 200 juta dan di bawah Rp 500 juta. Angka tepatnya saya kurang tahu persis,” ujar Bachtiar.
Berdasarkan data yang ada, ketentuan upah pungut tersebut berdasarkan peraturan daerah (Perda) yang terbit tahun 1986, namun, Perda itu baru diterapkan tahun 2003-2005. Dan menariknya, yang mendapat jatah itu seluruh unsur Muspida terdiri dari bupati, wakil bupati, asisten, unsur pimpinan Dewan, kepala kejaksaan, kapolres, ketua PN, dan lainnya.
Jumlah dana upah pungut yang diterima Muspida Kukar tidak sama karena ada hitungannya. “Semua Muspida memang dapat, tapi itu tergantung jumlahnya ada hitungannya,” lanjut Bachtiar lagi tanpa bisa merincikan berapa jatah untuk setiap anggota Muspida.
Pengembalian itu, lanjut politikus Partai Golkar ini, atas permintaan KPK. Alasanya dasar hukum perda yang digunakan untuk mencairkan dana itu kurang kuat. Bahkan ada indikasi mengarah korupsi, sehingga diputuskan semua pejabat yang telah mendapatkan jatah tersebut diminta segera mengembalikan.
Pejabat yang ditugasi untuk menampung dana tersebut juga telah ditunjuk yakni Wakil Bupati Kukar Samsuri Aspar. “Koordinatornya Pak Samsuri (Wakil Bupati Kukar Samsuri Aspar, Red.). Saya kurang tahu juga apakah sudah mengembalikan semua atau belum,” jelas Bachtiar.
Bachtiar juga menyatakan bahwa dana yang telah diterimanya kini dalam proses pengembalian. Selain itu, Ketua DPRD Kukar ini juga menyatakan bahwa dirinya berusaha kooperatif kepada penyidik KPK, termasuk memenuhi beberapa panggilan untuk dimintai keterangan.
Berdasarkan telaah hukum, acuan dasar hukum lebih tinggi seperti keputusan menteri, peraturan pemerintah (PP) atau bahkan undang-undang (UU), tidak ada dalam menerapkan perda. Buntutnya mau tidak mau para Muspida yang telah kecipratan upah pungut, wajib mengembalikan. Lagi pula, KPK mungkin melihat kasus tersebut tidak hanya melibatkan pejabat instansi otonom, tapi instansi vertikal seperti kejaksaan, pengadilan, dan kepolisian, sehingga muncullah “kebijaksanaan” khusus.
Sementara itu Asisten III Setkab Kukar Ruznie OMS yang ditemui terpisah mengaku telah mengembalikan upah pungut migas yang diterimanya. Ruznie mengaku dirinya mendapat jatah lebih dari Rp100 juta, nemun melihat ada yang janggal dalam ketentuan itu, ia pun berinisiatif mengembalikan. “Kalau saya sudah lama mengembalikan,” kata Ruznie pasrah.
Seperti diketahui, kasus yang pertama diusut KPK dan menetapkan Syaukani sebagai tersangka adalah pembebasan lahan calon Bandara Sultan Kutai Berjaya (SKB) di Loa Kulu, Kukar. Penyidik menemukan kerugian negara Rp 15 miliar, ditambah feasibility study (FS) bandara Rp 3 miliar. Selain itu, KPK juga menemukan dua item lagi, yakni penggunaan dana taktis Rp 7,75 miliar dan upah pungut migas Rp 15 miliar. Total kerugian negara mencapai Rp 40,75 miliar.
© Copyright 2024, All Rights Reserved