Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, mengatakan, TNI bersama Kepolisian akan membentuk tim gabungan untuk menangani penyanderaan 1.300 warga sipil oleh kelompok kriminal bersenjata di Kampung Kimberly dan Kampung Banti, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika. Pihaknya akan mengupayakan langkah persuasif terlebih dahulu.
"Kami akan melakukan tindakan, tapi prioritas utama adalah mengamankan masyarakatnya dengan langkah-langkah yang lunak bersama kepolisian. Apabila langkah lunak tidak bisa, maka kami akan melakukan langkah selanjutnya," ujar Gatot Nurmantyo, di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta, Kamis (09/11).
Sebelum menerapkan tindakan-tindakan, tambah dia, mereka akan melakukan pengamatan kemudian pengintaian karena kelompok yang mengaku berasal dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) itu menyandera masyarakat umum.
“Maka, penanganannya harus teliti. Tentunya TNI bekerja sama dengan kepolisian. Kita tunggu saja," katanya.
Tim gabungan TNI dan Polri akan dibentuk untuk menangani masalah tersebut. “Polri tugasnya bagaimana, TNI bagaimana; siapa nanti yang akan masuk ke dalam karena itu bersenjata dan indikasi OPM. Nanti ke depan itu akan dibentuk Panglima Kodam Cenderawasih dan Kapolda Papua. Saya katakan semua dilakukan secara teliti dan kami bekerja dengan pasti," ujar dia.
Panglima TNI memastikan kelompok pelaku penyanderaan adalah Organisasi Papua Merdeka. Kelompok ini juga disebut Gatot sebagai pelaku penyerangan pos Brimob yang berlokasi di antara mile 66 dan mile 67, Tembagapura, Kabupaten Mimika pada Minggu (29/10) lalu. “Sama. Sama. Kami pernah melihat videonya bahwa mereka mengaku OPM. Penyanderaan bersenjata," kata Gatot.
Sebelumnya, Kapolda Papua Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, setidaknya 1.300 orang dari dua desa, yakni Kimbely dan Banti, dilarang keluar dari kampung itu oleh kelompok bersenjata.
Saat ini, Polri bersama unsur TNI berupaya melakukan langkah-langkah persuasif dan preventif agar masyarakat bisa terbebas dari intimidasi dan ancaman kelompok bersenjata.
“Satgas berupaya mengamankan dan melakukan langkah persuasif guna membebaskan 1.300 warga sipil yang dijadikan sandera," ujar dia.
Boy menyebut, warga yang disandera itu terdiri dari warga asli Banti dan Kimberly serta warga non Papua yang selama ini berprofesi menjadi pedulang dan pengumpul emas hasil dulangan masyarakat.
Kondisi masyarakat yang menjadi tameng dan disandera KKB, sehingga mereka sudah tidak dapat melakukan aktifitas secara normal. KKB tidak mengijinkan warga keluar dari kampung dan berjaga-jaga dengan membawa senjata api serta senjata tajam tradisional, di antaranya panah, dan parang.
“Aparat keamanan mengedepankan keselamatan warga sehingga terus mengupayakan pembebasan terhadap mereka," kata Rafli.
© Copyright 2024, All Rights Reserved