Manuver politik menggagalkan pembentukan panitia khusus (pansus) penyelewengan dana nonbudgeter Badan Urusan Logistik (Bulog), yang melibatkan mantan Menteri Sekretaris Negara Akbar Tandjung mulai terang benderang. Terbukti rapat badan musyawarah (Bamus) DPR mengundurkan jadwal pembentukan Pansus tersebut. Semula direncanakan 11 Juni 2002, menjadi tanggal 1 Juli 2002. Alasannya pun sangat teknis dan terkesan mengada-ada, karena berbenturan dengan pelaksanaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Amanat Nasional (PAN) 10-12 Juni di Batam.
Selama ini, manuver penggagalan pembentukan Pansus Bulog II memang terus terjadi dan boleh dibilang berhasil. Tengok saja, pertama, usulan ini dipelopori 50 anggota DPR dan disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR 21 Januari 2002. Pada rapat Bamus 24 Januari 2002, pembentukan pansus diusulkan pada rapat paripurna tanggal 7 Maret 2002. Namun, rapat paripurna itu kembali gagal. Pembentukan Pansus Bulog kembali ditunda hingga masa sidang IV 2001-2002, sekitar Mei 2002.
Apa sebetulnya yang tengah berlangsung dibalik semua ini? Tampaknya kompromi-kompromi politik antar partai terus digalang. Pertemuan lintas partai dan pertemuan partai-partai Islam beberapa waktu lalu terlihat membuahkan hasil. Dari sini bisa dilihat bahwa Partai Golkar yang berjuang mati-matian menyelematkan sang Ketua Umum Akbar Tanjung berhasil melakukan {bargaining} politik dengan kubu-kubu yang selama ini garang mendesak pembentukan Pansus.
Mari kita dengar pengakuan orang dekat Akbar soal ini. Yahya Zaini dari Partai Golkar jelas mengakui, pertemuan-pertemuan politik informal di luar Senayan memang mempengaruhi penundaan jadwal paripurna pengambilan keputusan Panitia Khusus Badan Urusan Logistik II.
Tentu saja, pertemuan yang dimaksud Yahya adalah dua pertemuan yang diikuti oleh Partai Golkar, yaitu pertemuan lintas fraksi di rumah Ketua DPP PDI-P Arifin Panigoro di Jalan Jenggala, Jakarta Selatan, serta pertemuan partai-partai Islam, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Golkar.
"Pertemuan di luar itu membantu pengambilan keputusan sehingga suasana di rapat Bamus cair. Tidak ada fraksi yang habis-habisan memperjuangkannya. F-KB (inisiator Pansus Bulog II) yang dulu ngotot sekarang berubah," tutur Wakil Sekretaris F-PG DPR itu.
Lihatlah apa yang terjadi dengan PKB Kuningan (PKB Gus Dur/Alwi). Dulu mereka begitu garang meminta pansus Bulog dibentuk tapi sekarang justru mengganggapnya tak relevan lagi. Ada indikasi kuat bahwa perubahan sikap ini karena kompromi politik dengan Partai Golkar, setelah Partai Golkar mendukung KH Cholil Bisri menjadi Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
"Ini bentuk ucapan terima kasih kepada Partai Golkar atas dukungan kepada KH Cholil Bisri,” tandas sumber yang dekat dengan PKB Kuningan.
PKB Kuningan sebagai inisiator Pansus Bulog memang benar-benar bersikap lunak. Dengar saja komentar Sekjen DPP PKB Saifullah Yusuf. Keponakan Gus Dur ini malah menilai pembentukan Pansus Bulog sudah kehilangan momentum dan relevansi. “Dia kehilangan momentum karena sudah berulang kali ditunda, dan kurang relevan karena pengadilan terhadap Akbar Tanjung sudah digelar dan sangat terbuka,” kilah Saifullah.
Sejauh ini memang, kecenderungan permainan politik untuk menolak Pansus Bulog memang semakin kuat. Apalagi di DPR, fraksi terbesar (PDIP) tengah dihadapkan pada manuver pembentukan Pansus Asramagate dan Pansus Timtim. Tentu saja PDIP perlu meredam manuver itu karena memang bisa membahayakan posisi sang ketua umum Megawati yang kini jadi presiden. Apalagi, konsolidasi partai-partai Islam dan Golkar serta PKB yang masih terus berlangsung membahayakan posisi Megawati dalam perjalanan menuju pemilu 2004 maupun sesudahnya.
Manuver penggagalan Pansus Bulog ini dibantah oleh Fraksi Reformasi. Ketua Fraksi Reformasi Ahmad Farhan Hamid mengatakan bahwa pihaknya tidak mengusulkan pengunduran waktu menjadi 1 Juli. Pihaknya hanya menyampaikan pemberitahuan pelaksanaan Rakernas PAN dan kemudian disetujui secara aklamasi oleh fraksi-fraksi untuk diundur menjadi tanggal 1 Juli. Ditanya ada kesan untuk menunda-nunda waktu, Farhan menegaskan bahwa Fraksi Reformasi tidak melakukan skenario apa pun.
Ya.. itulah politik. Terkadang kita sulit mempercayai apa yang dikatakan para politisi. Melihat realitas politik saat ini seakan membenarkan adagium yang begitu populer dalam politik: Tak ada musuh dan kawan abadi dalam politik, yang abadi hanyalah kepentingan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved