Disayangkan, minat sebagian besar masyarakat Indonesia untuk mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan bidang kemaritiman saat ini, masih sangat rendah. Rendahnya minat tersebut merupakan bentuk keacuhan bangsa dalam menyikapi anugerah terbesar berupa kekayaan potensi laut, dan berbagai macam manfaat yang bisa diberdayakan darinya.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Ade Supandi saat memberikan kuliah umum dengan tema “Budaya Maritim dari Perspektif Angkatan Laut” di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Kamis (26/03).
“Saat ini kita melihat bahwa penduduk Indonesia itu berjumlah sekitar 237 juta orang. Namun data BPS menunjukkan, yang berkecimpung dalam bidang kemaritiman hanya sekitar 2.313.006 orang, termasuk di dalamnya Angkatan Laut.”
Ditambahkan Ade, jika tidak termasuk TNI AL yang jumlahnya mencapai 70 ribu prajurit, maka jumlahnya semakin berkurang lagi. “Itulah jumlah masyarakat yang peduli terhadap masalah kemaritiman," Ade.
KSAL mengakui, memang masih ada sedemikian banyak orang di Indonesia, yang mau membahas masalah poros maritim. Namun, ujar dia, hal itu masih sebatas pembicaraan ala kadarnya di media-media sosial, dan bukan berbentuk kajian mendalam akan potensi kemaritiman yang dimiliki Indonesia ini.
“Ini sangat ironis karena pelaku yang bergelut di bidang maritim ternyata hanya 1 persen. Tapi kalau yang berdebat masalah poros maritim, banyak, apalagi di media sosial.”
Ade mengungkapkan bahwa pada semua sejarah kehidupan manusia, laut merupakan wilayah hidup yang biasanya menjadi pijakan utama, dalam membentuk lingkungan hidup dan tempat tinggal mereka dari awal.
Walaupun pada perkembangannya, manusia akhirnya memang memilih untuk hidup lebih jauh ke dalam wilayah daratan, karena upaya mereka dalam menaklukkan batas teritori terkait berbagai kebutuhan yang akan menunjang kehidupannya.
“Budaya maritim ditandai dengan pengaruh dan ketergantungan masyarakat terhadap laut. Kalau saya boleh berpendapat, kenapa orang dulu senang tinggal di pantai atau dekat laut? Karena saya yakin zaman dulu penduduk yang imigrasi lebih memilih untuk tinggal di tepian pantai," ujar Ade.
“Daratannya belum terisi karena masih banyak binatang liar, sehingga perkembangan zaman dulu sampai sekarang itu karena terjadi pergeseran kebutuhan ruang hidup. Dari yang awalnya di sekitar pantai, sampai ke tengah, dan bahkan saat ini sampai ke pegunungan. Bahkan di pegunungan seperti di daerah puncak sekarang itu sudah gundul, dan dampaknya yang bisa kita lihat adalah banjir."
KSAL menyatakan, visi dan misi kemaritiman Indonesia harus dibangkitkan demi pembentukan karakter kemaritiman bangsa serta sebagai identitas dan jati diri. Hal ini perlu diimplementasikan dalam bentuk negara kepulauan yang menjadi identitas Indonesia dalam memberdayakan potensi kelautan dan membangun bangsa dalam konteks kemaritiman.
Ade Supandi mengaku bangga dengan salah satu arah pembangunan Presiden Joko Widodo yang mengarah kepada dunia maritim, serta mendorong upaya-upaya pembangunan kembali jiwa kemaritiman bangsa demi mendorong kejayaan laut Indonesia.
"Jargon Pak Jokowi mengenai Revolusi Mental ini, terlepas dari sebuah keharusan atau nanti akan berevolusi dengan sendirinya, memiliki keterkaitan mengenai bagaimana kita akan membangun kembali jiwa kemaritiman."
KSAL menyebut, satu-satunya realita yang tak bisa kita sangkal, adalah bahwa kita memang hidup di wilayah kepulauan dengan 756 suku bangsa yang ada di dalamnya, dan laut yang begitu luas yang mengelilinginya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved