Hingga saat ini, aturan dan tata cara pemilihan presiden belum disusun - apakah digabung dalam RUU Pemilu atau dibuat RUU sendiri. Ada indikasi kuat, partai-partai politik besar justru ingin mengganjal pelaksanaan pemilihan presiden secara langsung.
Demikian dikemukakan mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bambang Widjojanto. Usai menjadi pembicara dalam diskusi tentang konstitusi baru dan pemilihan presiden yang diselenggarakan Radio Namlapanha di Jakarta, Kamis (22/08/2002) Bambang menuturkan bahwa tata cara pemilihan presiden secara langsung sebaiknya dimasukkan ke RUU Pemilu, tak perlu dibuat RUU tersendiri.
Menurut dia, itu membuat pembahasan RUU lebih efisien karena sudah ada pansusnya. "Apalagi nanti kalau menggunakan prosedur biasa, yakni pemerintah yang mengusulkan RUU, maka akan menjadi masalah bila tata cara pemilihan presiden diatur dalam RUU tersendiri," katanya.
Sementara anggota DPR Fraksi PDKB Manase Malo menyatakan pesimis bahwa RUU Pemilu dapat disahkan menjadi undang-undang pada Desember 2002. Menurut dia, keraguan itu didasarkan pada kinerja Pansus yang membahas RUU Pemilu.
"Saya ragu bila melihat cara diskusi anggota DPR seperti ini. Dua kali pertemuan, mereka hanya membahas jadwal kerja. Semua pemikiran masuk dan banyak yang melenceng. Jadi saya pesimis RUU Pemilu ini bisa selesai diundangkan November atau Desember," ujarnya.
Bambang Widjojanto menekankan bahwa jika aturan dan tata cara pemilihan presiden tidak dikerjakan segera, kelak pemilihan presiden secara langsung bisa tertunda.
"Itu yang saya khawatirkan. Sekarang sudah terbukti, ada dua partai besar yang menginginkan RUU Pemilu terpisah dalam proses pembahasan. Tujuannya agar pemilihan presiden langsung tidak dilakukan pada 2004, tapi pada 2009," ujarnya tanpa menyebut dua partai besar yang dia maksudkan.
Yang paling ideal, lanjut mantan Ketua LBH Irian Jaya (Papua) ini, DPR mengambil inisiatif dan merumuskan lebih detil sistem pemilihan presiden secara langsung ini lewat Pansus. Usulan yang diajukan pemerintah juga bisa didiskusikan dalam Panja. Ini, tandasnya, lebih menghemat waktu.
Lebih jauh Bambang Widjojanto mengemukakan, jika dilihat dari UUD, besar kemungkinan semua partai mengajukan calon presiden. Tetapi kalau membaca draf usulan pemerintah tentang RUU Tata Cara Pemilihan Presiden yang sempat beredar di publik, hanya partai yang mempunyai 20 persen suara yang bisa mengajukan calon presiden.
"Paradigmanya harus diperjelas dulu, apakah menggunakan paradigma akuntabilitas atau representatif. Kalau menggunakan representatif, sebanyak mungkin calon tidak masalah - tidak dibatasi persyaratan 20 persen suara. Namun kalau menggunakan akuntabilitas, harus ditanggapi dulu dasar minimal jumlah suara itu," kata Bambang.
Dia menambahkan, jika hanya partai yang mempunyai suara 20 persen suara yang bisa ikut mengajukan calon presiden, tentu hanya partai-partai besar yang bisa ikut bertarung dalam pemilihan orang nomor satu di negeri ini.
Dalam diskusi itu, Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ramelan Surbakti mengusulkan agar dalam pemilu mendatang dilakukan pemilihan legislatif dulu. Setelah itu baru pemilihan presiden.
"Pemilihan legislatif sebaiknya dilakukan lebih dulu daripada pemilihan eksekutif agar tidak terjadi pembuangan waktu," ungkapnya.
Dia mengusulkan agar pemilihan lima jabatan publik seperti Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), juga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tidak dilakukan sekaligus.
© Copyright 2024, All Rights Reserved