Rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira (DKP) hanyalah alat yang digunakan Wiranto, saat menjadi Panglima ABRI untuk menghentikan karir Prabowo Subianto di militer dan menyingkirkannya dari panggung politik saat Orde Baru berakhir.
Setidaknya, demikian penilaian Pius Lustrilanang, salah seorang akitvis korban penculikan tahun 1998 yang kini jadi politisi Gerindra. "DKP tak lebih dari sekadar deklarasi keberhasilan Wiranto dan Habibie dalam mendepak Prabowo dari panggung politik saat Orde Baru berakhir," ujar Pius dalam keterangan persnya, Rabu (25/06).
Pius mengatakan, lewat keberhasilannya menipu Presiden BJ Habibie bahwa Prabowo mengepung istana, Wiranto berhasil membujuk Habibie untuk mencopot Prabowo dari jabatan Pangkostrad. Pius menambahkan, saat menerima Prabowo pada tanggal 22 Mei 1998, Habibie sudah mengisyaratkan bahwa Prabowo harus keluar dari dinas kemiliteran. Bahkan, Habibie menawarkan jabatan Dubes kepada Prabowo sebagai gantinya jika ia bersedia.
"Setelah Prabowo digeser dari jabatan Pangkostrad dan dibuang ke Bandung sebagai Dansesko ABRI, Prabowo tetap menjadi ancaman potensial bagi Wiranto. Karier militernya masih panjang," ujarnya.
Kala itu, ujar Pius, Prabowo sudah menyandang bintang tiga di usia 47 tahun. Tidak ada banyak posisi untuk jenderal bintang tiga. Dan tidak mungkin juga menahannya pada posisi Dansesko ABRI untuk waktu yang panjang. Sewaktu-waktu dia bisa "comeback" untuk merebut posisi nomor satu di tubuh TNI/ABRI. "Oleh karena itu, sebuah keputusan pun dibuat. Prabowo harus keluar dari dinas kemiliteran," ujarnya.
Pius mengatakan, kasus penculikan adalah sebuah alasan yang paling tepat karena keterlibatan Tim Mawar yang berada di bawah kendali Prabowo.
Pius mengutip pernyataan Marzuki Darusman, Jaksa Agung kala itu. "Dia seharusnya tak menjadi satu-satunya orang yang dipersalahkan untuk semua hal. Dia sekadar sasaran yang empuk."
"Tapi itulah yang terjadi. Dengan dikambinghitamkannya Prabowo, tidak seorang pun kemudian akan berusaha mencari tersangka lain, atau menuntut jatuhnya karier perwira lainnya," kecam Pius.
Dengan kalimat satir ia mengatakan, tak seorang pun akan balas dendam terhadap orang-orang yang masih hilang. Tak seorang pun memerlukan pengakuan bersalah. "Sejauh ada cukup kepercayaan bahwa masalah seseorang akan lenyap bila ada pihak lain, baik perorangan maupun kelompok, yang dapat dipersalahkan dan kemudian disingkirkan."
© Copyright 2024, All Rights Reserved