Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) didesak untuk mengumumkan kepada masyarakat terkait ribuan peraturan daerah (Perda) yang dibatalkan oleh pemerintah. Pemda, DPRD, dan publik ingin mengetahui argumentasi dan hasil kajian dari pembatalan 3.143 perda oleh Kemendagri tersebut.
“Pemerintah harus transparan karena Pemda, DPRD, dan masyarakat ingin mengetahui perda mana saja yang telah dibatalkan. Mereka juga ingin mengetahui argumentasi dan hasil kajian dari pembatalan 3.143 perda oleh Kemendagri,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PKS, Almuzzammil Yusuf dalam keterangan persnya, Kamis (16/06).
Ketua Bidang Polhukam DPP PKS ini menjelaskan pentingnya Pemda dan DPRD mengetahui perda yang dibatalkan karena sesuai UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, mereka hanya memiliki waktu 14 hari untuk mengajukan keberatan kepada Pemerintah Pusat.
“Pada Pasal 251 ayat 7 dan 8 disebutkan jika Pemda menolak keputusan Perda yang dibatalkan oleh Pemerintah dengan alasan yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, maka Pemda dapat mengajukan keberatan kepada Presiden dan Menteri paling lambat 14 hari sejak keputusan perda itu diterima,” jelas Muzzammil.
Selain itu, tambah dia, informasi Perda mana saja yang dibatalkan perlu segera diketahui dan direspon segera oleh Pemda karena jika Perda yang dibatalkan tersebut tetap diberlakukan maka menurut Pasal 252 akan diberikan sanksi penundaan evaluasi rancangan Perda dan sanksi administratif berupa tidak dibayarkan selama 3 bulan hak-hak keuangan bagi kepala daerah dan DPRD terkait.
“Sanksi berat lainnya adalah penundaan atau pemotongan DAU dan/atau DBH bagi Daerah bersangkutan. Jadi Pemda dan DPRD terkait sangat berkepentingan dan memiliki hak untuk mengetahui lebih awal perda yang dibatalkan,” tegas politisi asal Lampung ini.
Ditambahkan Muzzammil, seharusnya Pemerintah tidak boleh semena-mena dalam mencabut perda karena dalam melihat kualitas perda, tidak boleh hanya menyalahkan pemda dan DPRD tapi perlu juga mengevaluasi kerja Kemenkumham yang memiliki tugas pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang fasilitasi perancangan perda.
“Jadi perlu ada evaluasi ke dalam apakah semua Kementerian sudah bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.”
Menurut Muzzammil, saat ini Pemda, DPRD, dan masyarakat mempertanyakan informasi yang beredar bahwa perda yang dicabut termasuk perda yang berisi tentang moralitas, religiusitas, dan yang sesuai dengan kearifan lokal.
“Kita menghormati kekhasan Bali untuk nyepi sebagai bagian dari bhineka tunggal ika maka kita harus hormati juga fenomena kearifan lokal di daerah-daerah lain,” tegas alumni Ilmu Politik Universitas Indonesia itu.
© Copyright 2024, All Rights Reserved