Menghadapi pemilu 2004 mendatang, dengan beberapa perubahan tentang mekanisme pemilu dan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung, para politisi di DPR RI didesak untuk sesegera mungkin menyelesaikan pembahasan paket RUU Politik yang mengatur tentang partai politik, pemilu dan mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung.
Menyangkut pembahasan paket RUU politik ini, DPR diharapkan bersikap lebih terbuka dan menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat dalam penyusunan, pembahasan maupun pengambilan keputusan terhadap penyusunan paket RUU Politik.
Demikian salah satu bagian pernyataan {Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP-PMKRI)} di Jakarta awal pekan ini.
Dalam pernyataan yang ditandatangani oleh Ketua Presidium PP PMKRI Robert J Nalenan dan Sekjend Jim Lomen Sihombing, PP-PMKRI juga mengajak masyarakat untuk menolak hasil kerja DPR dan tidak lagi mempercayai partai politik yang ada, apabila pembahasan paket RUU Politik ternyata tidak mengindahkan kaidah-kaidah demokrasi dan hanya mementingkan kekuatan politik di DPR.
Di bagian lain, seperti diketahui, Sidang Tahunan MPR 2002 yang lalu telah menghasilkan rekomendasi tentang pembentukan komisi konstitusi yang dituangkan melalui TAP MPR Nomor I/MPR/2002.
Dalam penilaian PP-PMKRI, keputusan politik ini cukup mengecewakan banyak pihak terutama kalangan intelektual dan praktisi yang sejak awal menghendaki dibentuknya komisi konstitusi melalui aturan tambahan UUD’45 yang memiliki kekuatan hukum lebih dibanding TAP MPR.
Di sisi lain komisi konstitusi yang dibentuk dalam sidang tahunan 2002 kemarin tidak dilatari oleh kesungguhan komitmen untuk membenahi krisis konstitusi yang terjadi. Hal ini dikarenakan komisi konstitusi hanya diberi wewenang untuk pengkajian tanpa diberikan kewenangan untuk mengubah untuk mengubah ataupun menambahkan hal-hal yang diperlukan.
Menyikapi fenomena politik tersebut, PP-PMKRI secara tegas mendesak para anggota legislatif (BP MPR) untuk merumuskan aturan dan mekanisme kerja komisi konstitusi yang menjamin independensinya dari berbagai kepentingan politik sempit dalam menjalankan kerjanya.
Masih dalam konteks ini, anggota legislatif juga didesak untuk mengedepankan sikap kenegarawanan dan meninggalkan pertimbangan politik pragmatis kelompok di dalam menentukan anggota komisi konstitusi yang nyata-nyata mengakibatkan terjadinya krisis konstitusi.
Sementara untuk memilih anggota komisi konstitusi, para anggota anggota legislatif didesak untuk memilih anggota komisi konstitusi atas dasar petimbangan obyektif terhadap kredibilitas calon serta memperhatikan keterwakilan dari berbagai kelompok masyarakat.
Apabila anggota legislatif nyata-nyata mengedepankan kepentingan politik kelompok secara sempit dalam penyusunan anggota komisi konstitusi, PMKRI akan mengajak masyarakat untuk menolak komisi konstitusi bentukan MPR.
© Copyright 2024, All Rights Reserved