Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur terus membongkar sindikat narkoba yang melibatkan narapidana (napi) Rutan Kelas I Medaeng. Terakhir tim Direktorat Narkoba Polda Jatim meringkus seorang napi dan seorang pengedar dengan barang bukti 2.550 butir ekstasi dan satu ons shabu-shabu.
Edward (48) merupakan napi Rutan Kelas I Madaeng dan Hani Risdiansyah (26) yang merupakan kaki tangan Edward dalam mengedarkan narkoba berhasil dibekuk petugas. Petualangan kedua bandar narkoba tersebut berkat penyamaran petugas sebagai pembeli shabu-shabu.
Hani, disergap ketika menyerahkan shabu-shabu pesanan petugas yang menyamar sebagai pembeli di kawasan Darmo Satelit, Rabu (27/6). "Kami bertransaksi hanya 2 gram shabu-shabu. Tapi, kami sudah mengantongi informasi bahwa dia merupakan pengedar kakap," jelas Direktur Narkoba Polda Jatim Kombes Coki Manurung.
Seperti penangkapan kasus narkoba lain, begitu barang pesanan diserahkan, Hani langsung diringkus. Karena tertangkap basah, dia pun tak bisa mengelak tuduhan sebagai pengedar. Setelah menangkap Hani, tim pimpinan Kompol Gathut itu langsung menuju rumah distributor narkoba tersebut di kawasan Sedayu, Gresik. Tujuannya, mencari tambahan barang bukti. "Sebab, sejak awal, kami memang curiga dia menyimpan narkoba berjumlah besar," ungkap Coki.
Dugaan polisi tidak meleset. Saat menggeledah rumah Hani, petugas menemukan satu ons shabu-shabu, 556 butir ekstasi putih berlogo ayam, serta sepuluh timbangan elektrik. Barang bukti (BB) tersebut dibungkus rapi dalam sebuah kardus. "Tersangka mengaku barang itu merupakan kiriman dari luar kota," ungkap Kombes Coki.
Petugas kemudian mengintrogasi Hani mengurai siapa saja jaringannya. Kepada petugas, Hani mengaku dirinya adalah kepanjangan tangan seorang bandar yang kini mendekam di Rutan Medaeng. Hani menyebut nama Edward.
Atas informasi penting itu, polisi kemudian meluncur ke Medaeng pada Sabtu (30/6). "Pihak rutan tak berkeberatan kami memeriksa napinya. Mereka cukup membantu pengembangan kasus ini," beber Coki tentang kooperatifnya petugas Madaeng.
Didalam selnya, Edward mengelak bila dirinya dikatakan mengendalikan bisnis narkoba dari balik jeruji Medaeng. Namun ketika petugas menunjukkan bukti-bukti yang menguatkan keterlibatannya, napi kasus narkoba tersebut akhirnya mengaku.
"Jadi, Edward dan Hani selalu berkomunikasi melalui HP. Kalau ada barang kiriman datang, Edward memerintah Hani untuk mengambil. Begitu pula jika ada orang yang membeli narkoba," jelas Coki lebih jauh.
Sebelum berstatus napi, Edward tertangkap aparat Polsekta Tegalsari pada 2006. Saat itu, dia diringkus dengan barang bukti 40 gram shabu-shabu. Oleh majelis hakim, Edward hanya diganjar hukuman setahun penjara.
Setelah memeriksa Edward, polisi mendapatkan informasi bahwa ada tambahan narkoba di rumah Hani. Barang haram itu baru dikirim dari luar kota. Informasi tersebut juga langsung ditindaklanjuti penyidik. Saat menggeledah rumah Hani untuk yang kedua, petugas menemukan kardus berisi satu kemasan makanan ringan. Nah, bungkus snack itulah yang digunakan menyembunyikan narkoba. Saat dibuka, petugas menemukan 1.994 butir ekstasi.
Dengan demikian, total barang bukti yang berhasil disita petugas adalah 2.550 butir ekstasi dan satu ons shabu-shabu. Petugas menaksir, barang haram tersebut bernilai Rp 0,5 miliar. "Kini, kami sedang mengejar tersangka lain dalam kasus tersebut," tegas Coki.
Terbongkarnya sindikat yang melibatkan narapidana tersebut merupakan kasus ketiga yang berhasil diungkap polisi dalam seminggu terakhir. Polisi juga sudah menjadikan empat napi sebagai tersangka.
Kamis (28/6), tim polda meringkus tiga napi penghuni Blok F yang ditengarai mengedarkan 2,6 gram shabu-shabu. Mereka adalah Johanes (53); Jerry Kurniawan (30) dan Joko (44).
Jumat (29/6) malam, tim Satnarkoba Polwiltabes Surabaya menangkap Rudi Haryanto, calon jaksa yang tinggal di kawasan Prapen. Kepada petugas, dia mengaku bahwa barang haram miliknya tersebut diperoleh dari seorang napi Rutan Medaeng. Namun, petugas belum menangkap napi yang dimaksud itu.
© Copyright 2024, All Rights Reserved