Pegawai Google Inc di seluruh penjuru Amerika Serikat menggelar protes sekaligus mogok kerja pada Senin (30/01). Aksi ini sebagai bentuk protes terhadap kebijakan anti imigran Presiden AS Donald Trump. Aksi tersebut juga diikuti oleh pimpinan dan pendiri Google.
TechCrunch menyebut, ada sekitar 2.000 Googler -julukan pegawai di Google- yang berdemonstrasi di sejumlah kantor Google. Demonstrasi tak hanya berlangsung di markas pusat Google di Mountain View, namun juga di San Francisco, New York, dan Seattle.
CEO Google Sundar Pichai dan salah satu pendirinya Sergey Brin berada di antara kerumunan demonstran di Mountain View, California. Keduanya sempat didaulat berbicara di aksi protes itu. Keduanya bersama para Googler saling berbagi pengalaman dan opini mereka mengenai kebijakan anti-imigran Trump. "Ini perdebatan tentang nilai-nilai fundamental," kata Brin di hadapan para Googler.
Salah satu kisah mengenai isu imigran itu datang dari seorang imigran keturunan Iran-Kanada, Soufi Esmaeilzadeh yang bekerja sebagai Google Assistant Product Manager.
Saat kebijakan Trump diberlakukan, Esmaeilzadeh baru sampai di Zurich, Swiss. Tak tahu harus berbuat apa, ia mengontak Google dan akhirnya kembali pulang ke AS setelah menyiasati status hukum kebijakan tersebut.
Sergey Brin sendiri adalah seorang imigran dari Uni Soviet. Ia tiba di AS saat berumur 6 tahun dari negara yang menjadi musuh utama Amerika di era Perang Dingin.
Brin menekankan walaupun saat itu Uni Soviet adalah musuh negara terbesar, namun AS tetap berani mengambil risiko menerimanya dan keluarga sebagai pengungsi.
Di Silicon Valley, protes Google tak sendirian. Masih banyak perusahaan teknologi lain yang menentang keputusan Trump melarang imigran dan pengungsi dari 7 negara mayoritas Muslim seperti Suriah, Irak, Iran, Yaman, Sudan, Libya, dan Somalia memasuki wilayah AS selama 90-120 hari ke depan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved